Mahasiswa  FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik) Universitas Galuh Ciamis, Ary Mustami'in Muadz. Foto/Ist.

BERITA CIAMIS, PASUNDANNEWS.COM – Perumusan kebijakan publik dari pemerintah perlu mengacu pada dua kriteria sehingga dapat mencapai sebuah keberhasilan.

Hal tersebut disampaikan salah seorang Mahasiswa  FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik) Universitas Galuh Kabupaten Ciamis, Ary Mustami’in Muadz, kepada PasundanNews.com, Selasa (30/8/2022).

Menurut Ary, kriteria pertama, dilihat dengan Pareto Optimality.

Yaitu kriteria yang mengacu bahwa kemakmuran paling sedikit satu orang meningkat dan tidak berakibat kemiskinan pada orang lain.

Kriteria kedua, menggunakan metode Kaldor-Hiks Criterion.

Bahwa kemakmuran masyarakat meningkat apabila orang yang memperoleh manfaat dari kebijakan pemerintah membantu orang yang dirugikan.

“Melalui analisis deskriptif bisa kita pahami kenapa bangsa ini miskin. Hal ini disebabkan oleh sektor ekonomi yang tidak sejalan dengan UUD 1945,” kata Ary.

Sejumlah Aspek Kemakmuran

Di samping itu, terdapat 10 aspek yang harus dicermati, lanjut Ary, yaitu Bank Indonesia, penanaman modal, migas, minerba, sumber daya air, pesisir dan laut, hutan, tanah, keuangan negara dan perbendaharaan.

“Kiranya memang perlu ada yang dicermati tentang 10 aspek tersebut dari sisi perannya dan aturan normatif yang mendasarinya,” tuturnya.

Persoalan ini berjalan secara dinamis. Apalagi sekarang Pemerintah Eksekutif dan Legislatif semakin menunjukan posisinya yang tidak objektif pada kebutuhan masyarakat.

“Orkestrasi kebijakan Pemerintah saat ini sangat wajar menjadi atensi Nasional,” ungkapnya.

Demokrasi Terancam

Ary melanjutkan, salah satu kebijakan yang dapat mengancam alam demokrasi Indonesia, misalnya RKUHP.

Dalam hal ini RKUHP masih diwarnai oleh berbagai pasal yang mengandung watak kolonial.

“Antara lain Pasal 218 dan Pasal 219 RKUHP terkait penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden atau wakil presiden, Pasal 240 dan Pasal 241 RKUHP yang mengatur penghinaan terhadap pemerintah, serta pasal 353 dan pasal 354 RKUHP yang mengatur penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara,” terangnya.

RKUHP, imbuh Ary, menjadi salah satu hukum yang dapat mengancam demokrasi.

“Kalau kita perhatikan, RKUHP adalah salah satu hukum yang menempatkan demokrasi dalam posisi terancam. Hal tersebut bisa menjadi jebakan terhadap masyarakat luas dan khususnya mahasiswa yang pro aktif mengkritik pemerintah,” tuturnya.

Begitupun, Ary melanjutkan, persoalan rencana kenaikan harga BBM.

Beberapa hal yang menjadi alasan pemerintah menaikan harga BBM dinilai kurang tepat. Misalnya, BBM bersubsidi selama ini hanya dinikmati mayoritas oleh masyarakat mampu.

“Menurut Pemerintah ada sekitar 80% penikmat subsidi itu adalah masyarakat mampu. Serta 20% adalah masyarakat yang benar-benar tidak mampu,” kata Ary.

Dengan data tersebut, keputusan untuk menaikkan harga BBM subsidi dinilai kurang tepat.

Melainkan seharusnya melakukan pengaturan pada aspek distribusi agar lebih tepat sasaran.

“Padahal kita tahu bersama, sejatinya subsidi itu untuk masyarakat miskin,” ungkap Ary.

Urgensi Reformasi Polri

Adapun persoalan lain, yaitu terkait dengan kematian Brigadir J yang menjadi sorotan publik beberapa hari ke belakang ini.

“Tentu perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan organisasi Polri untuk menyelesaikannya,” kata Ary.

Selain itu, proses hukum terhadap kasus ini perlu dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta menjadi penegasan kembali akan reformasi Polri.

Karena masalah tersebut sangat berdampak terhadap kepercayaan masyarakat kepada Polri.

“Beberapa persoalan di atas diperlukan penyelesaian secara eksplisit dan proporsional. Maka pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif harus benar-benar menjadikan kepentingan masyarakat sebagai prioritas utama dalam setiap formulasi kebijakan maupun penyelesaian masalah ekonomi pasca pandemi,” jelasnya.

Ia merujuk kesimpulan bahwa fungsi kepemimpinan harus pro rakyat pada pemerintah eksekutif dan legislatif, lantaran memegang peranan penting di dalam pengelolaan negara.

“Begitupun mahasiswa dengan perannya sebagai kontrol sosial terhadap kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Ketika ada kejadian yang tidak sesuai dengan cita-cita bangsa dan nilai luhur bangsa, maka mahasiswa wajib memberikan saran, kritikan, dan solusi,” tegasnya.(Hendri/PasundanNews.com)

Artikulli paraprakPDI Perjuangan Jabar Sosialisasikan Aplikasi MPP
Artikulli tjetërMerawat Warisan Budaya, Lomba Peragaan Busana Pesona Gaun Batik Ciamisan Mendapat Apresiasi