Oleh : Aris Rindiansyah

Simulacrum Institute

Pohon Sawit bukanlah tanaman asli Indonesia, pohon ini didatangkan oleh orang Belanda dan ditanam di kebun raya bogor pada tahun 1848, karena tanam tersebut bisa tumbuh dengan baik maka sejak 1910 tanaman sawit mulai dibudidayakan secara komersial dan meluas di sumatera.

Dalam pembudidayaan sawit secara komesial di Indonesia di isi oleh pro dan kontra disatu sisi perkebunan sawit memberikan manfaat sebagai penyumbang devisa yang cukup besar, disisi lain prakterk komersialisasi sawit juga menimbulkan konflik antara perusahaan perkebunan sawit dengan masyarakat yang ada disekitar perkebunan, baik konflik sengketa lahan maupun kekhawatiran masyarakat akan bahaya penanaman pohon sawit secara massal.

Bahaya yang paling umum yang diketahui oleh masyarakat adalah tanaman sawit sangat rentan menyebabkan kekeringan, hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Peneliti Lingkungan Universitas Riau Ariful Amri MSc bahwa satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter Unsur hara dan air dalam Tanah.

Akhir tahun 2019 masyarakat Kabupaten Sukabumi dihebohkan dengan kebijakan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) Cibungur, Warung Kiara yang akan mengalihan tanaman dari Karet menjadi Kelapa sawit yang belum memiliki ijin konversi karet ke sawit dari Pemerintah Kabupaten Sukabumi dalam hal ini Dinas Pertanian.

Sampai hari ini proses konversi tersebut masih berjalan dan sudah hamper seluruh lahan PTPN VIII Cibungur yang dulunya pohon karet sudah menjadi pohon kelapa sawit seiring dengan itu proses polemik ijin konversi tersebut juga hilang dimakan waktu.
Timbul pertanyaan bagi kami sejauh mana proses perijinan konversi dari karet ke kelapa sawit tersebut dan Terlepas ada tidak adanya ijin tersebut yang menjadi pertanyaan kami adalah kenapa proses konversi itu terlalu dipaksakan, padahal Presiden telah mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) no 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit. Salah satu diktum dalam inpres tersebut berupa penundaan bagi permohona baru, permohonan yang belum diajukan namun belum melengkapi persyaratan atau telah memenuhi persyaratan namun berada dalam kawasan hutan yang masih produktif.

Selain dari inpres tersebut proses konversi tanaman karet menjadi tanaman sawit yang dilakukan oleh PTPN VIII Cibungur, proses AMDAL (Analisi Masalah Dampak Lingkungan) masih dipertanyakan, karena mau tidak mau proses konversi ini memiliki dampak bagi lingkungan, dan proses penerbitan izin harus disertai dengan AMDAL. Pada analasis diatas memunculkan pertanyaan, sudahkan Ijin Konversi tersebut terbit ? apakah izin tersebut terbit dengan mempertimbangkan Inpres no 8 tahun 2018 dan juga melalui proses pembuatan AMDAL sehingga dampak buruk sawit tidak terasa oleh masyarakt sekitar atau paling tidak terminimalisir.

Semoga berbagai pihak bisa kembali membuka Tabir Misteri Ini, agar tak ada dusta diantara Aku, Kau dan Perkebunan Sawit . (Pasundannews)

Artikulli paraprakPeringati Hari Jadi ke 378, TP PKK Bersama Dinas KUKMP Ciamis Bagikan Ribuan Paket Jajanan Gratis
Artikulli tjetër100 Anggota Kodim 0608 Tugas Perbatasan Jalani Rapid Tes