Ketua KPU Kota Tasikmalaya, Ade Zaenul Mutaqin. (foto: istimewa)

Emma Watson dan Kampanye HeForShe

 Salah satu upaya dalam memercepat pencapaian tujuan  kesetaraan gender, pada tanggal 20 September tahun 2014 PBB (diinisiasi oleh UN Women) menggagas kampanye HeForShe. Kampanye tersebut mengajak kaum laki-laki untuk bersolidaritas dan menjadi agen perubahan (agent of change) dalam perjuangan hak-hak perempuan dan mewujudkan kesetaraan. Tak tanggung-tanggung Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka, menargetkan satu milyar laki-laki yang menjadi sasaran dalam kampanye tersebut.

Untuk lebih mendapat perhatian warga dunia, dalam kampanye tersebut Emma Charlotte Watson aktris pemeran Hermione Granger dalam film Harry Potters, dipilih sebagai duta. Ia diharapkan dapat menjadi motivator, agen penggerak dan the influencer dalam mewujudkan kesetaraan gender. Citra Emma Watson sebagai wanita muda yang cerdas yang berhasil mendapat banyak prestasi dianggap mewakili ide kesetaraan gender dan mampu menginspirasi warga dunia, khususnya kaum perempuan untuk berperan aktif secara bersama-sama dalam mewujudkan dunia yang setara. Dikutip dari Voaindonesia.com, menanggapi dipilihnya public figure Emma Watson sebagai duta, Sekjen PBB Ban Ki-Moon yang ikut menghadiri peluncuran kampanye itu sempat berseloroh. “Emma Watson telah menggunakan tongkat sihirnya dan saya harap bisa mengakhiri kekerasan terhadap perempuan”.

Emma Watson adalah sosok perempuan yang memiliki kesadaran dan kepedulian tentang kesetaraan gender. Dalam pidatonya saat peluncuran kampanye tersebut, ia menceritakan pengalamannya sejak kecil yang kerap mendapatkan perlakuan bias gender. Di antara beberapa contohnya adalah ketika ia berusia 8 tahun ia merasa heran disebut “bossy” (suka memerintah) karena suka mengarahkan, tapi sebutan itu tidak diberikan kepada anak laki-laki. Pada usia 14 tahun ia mengalami pelecehan seksual dari oknum pers. Pada usia 15 tahun ia merasa heran, karena teman-teman perempuannya keluar dari tim  olahraga karena tak  ingin kelihatan berotot (muscly).

Dalam kehidupannya tersebut Watson lalu diidentikkan sebagai wanita yang memliki ekspresi terlalu kuat, agresif, mendominasi, anti-pria, dan tidak menarik. Karenanya ia lantas disebut feminis.  Bagi dirinya hal itu tidak jadi masalah, dan tidak menjadi rumit. Namun bagi orang di sekelilingnya, itu dipersepsi sebagai sesuatu yang negatif atau tidak pupuler (unpopular). Bagi Watson feminisme itu bukan mendeskreditkan laki-laki, pandangan seperti itu adalah salah dan harus dihentikan. Menurutnya feminisme adalah keyakinan bahwa laki-laki  dan perempuan harus memiliki hak dan peluang yang sama, baik dalam konteks politik, ekonomi, dan sosial.

Bak kekuatan tongkat sihir milik Emma Watson, kampanye ini terus menggelinding, terlebih kemudian diluncurkan impact 10x10x10, dalam waktu singkat gerakan tersebut menyebar ke barbagai Negara. Tidak hanya impact seremonial yang diharapkan, namun kesadaran yang massif akan pentingnya kesadaran gender yang dibarengi tindakan nyata adalah sesuatu yang lebih utama.

 

Halaman 1 2 3

1
2
3
Artikulli paraprakMahasiswa UNMA Tampilkan Karya Filmnya di Bioskop Lokal ‘Majalengka’
Artikulli tjetërPertemuan di Rumah Acep Adang, Isyarat Bersatunya Iwan Saputra-Iip Miftahul Faoz