BERITA BANJAR, PASUNDANNEWS.COM – Kasus dugaan keracunan makanan yang menimpa sejumlah pelajar SMP di beberapa sekolah di Jawa Barat belakangan ini menuai perhatian publik.
Menanggapi hal tersebut, Dr. Sari Wiharso menyampaikan keprihatinannya dan menekankan bahwa insiden semacam ini harus dilihat dari sisi ilmiah, bukan politis.
“Menurut saya ini bukan sabotase atau ada kepentingan politik, ini bisa dijelaskan secara ilmiah. Kejadian seperti ini bisa terjadi kepada siapa saja dan di mana saja,” ujarnya, Minggu (5/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa dalam program penyediaan makanan bergizi untuk siswa, seperti program MBG, terdapat tahapan-tahapan penting yang harus diperhatikan dengan ketat.
Proses mulai dari pencucian wadah makanan (ompreng), pencucian bahan baku, hingga pengolahan dan distribusi harus dilakukan secara higienis dan terstandarisasi.
Program MBG sendiri diketahui menyajikan sekitar 3.500 hingga 3.800 porsi makanan setiap harinya, dikerjakan oleh sekitar 50 tenaga SDM, terdiri dari tiga tenaga profesional diantaranya Ketua SPPG, ahli gizi, dan akuntan, serta 47 orang lainnya yang menangani proses pencucian, pengolahan, hingga pengantaran makanan ke sekolah.
“Yang harus diuji setiap hari itu kualitas bahan bakunya, apakah diterima dalam kondisi segar atau tidak, bagaimana cara penyimpanannya, pengolahannya, apakah masakan ditutup dalam kondisi panas, apakah sudah cuci tangan, dan lain-lain,” jelasnya.
Baca Juga :SPPG di Ciamis Ikuti Pelatihan Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi untuk Perkuat Keamanan Program MBG
Ia menambahkan bahwa pengawasan yang lemah dari vendor bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus seperti ini.
Meskipun program MBG merupakan inisiatif positif dari pemerintah pusat, pelaksanaannya di lapangan harus lebih ketat dan terpantau secara berkala.
Dr. Sari juga menguraikan berbagai kemungkinan penyebab keracunan makanan, termasuk kontaminasi virus lingkungan, sirkulasi udara yang tidak baik, hingga pengelolaan limbah dan kualitas air bersih yang belum sesuai standar.
Selain itu, beberapa bakteri seperti Staphylococcus aureus, Salmonella typhii, dan Clostridium botulinum bisa saja menjadi pemicu jika proses penyimpanan atau pengolahan makanan dilakukan secara tidak benar.
Sari mengajak semua pihak termasuk masyarakat untuk turut mengawasi dan mengevaluasi jalannya program MBG agar benar-benar memberi manfaat tanpa resiko kesehatan.
Ia juga mendorong kolaborasi antara SPPG dengan dinas kesehatan demi pengawasan menyeluruh.
“Program MBG merupakan program dari pusat yang patut kita apresiasi, tetapi dalam hal ini masyarakat juga harus dilibatkan dalam pemantauan, pelaporan, dan evaluasi. Ini harus menjadi program bersama, agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terulang kembali,” pungkasnya.
(Hermanto/PasundanNews.com)




















































