Oleh : Yuyun Suminah (Aktivis Muslimah Karawang)
PASUNDANNEWS – Hari perdamaian dunia yang jatuh pada tanggal 21 September lalu di setiap tahunnya terus diperingati termasuk di Indonesia. Sebelumnya, pada 9 September 2020 diperingati HUT Gong Perdamaian Dunia ke-11 yang bertempat di Situs Ciungwanara, Kabupaten Ciamis.
Peringatan tersebut dihadiri oleh wakil Bupati Ciamis Yana D. Putra, beliau mengatakan, “Gong Perdamaian Dunia adalah simbol persaudaraan dan simbol perdamaian dunia” (Pasundannews.com).
Ini menunjukkan bahwa Indonesia pun ingin ikut berperan dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Perdamaian Dunia dalam Hegemoni Kapitalisme, Hanya Ilusi
Nyatanya, setiap tahun hari perdamaian dunia terus diperingati namun hanya sebatas simbolis dan seremonial saja. Beberapa waktu lalu, Institute for Economic and Peace (IEP) telah merilis indeks perdamaian global (GPI) 2020. Laporan GPI menunjukkan tingkat perdamaian global memburuk dengan skor rata-rata negara turun 0,34 persen (Kompas.com).
Baca Juga: Dapat Dukungan Penuh Komisi IX DPR RI, BKKBN Optimis Wujudkan Generasi Berkarakter
Sejak tahun 2008, tingkat perdamaian global mengalami penurunan selama 12 tahun terakhir. Disinyalir dipengaruhi oleh terorisme dan konflik di berbagai negara artinya masih banyak negara-negara yang mengalami penjajahan, pengusiran dari negaranya dan tidak mendapatkan hak hidup di negaranya sendiri.
Seperti konflik di Palestina yang sampai saat ini masih belum mereda, muslim Rohingya  yang terusir dari negaranya hanya karena seorang muslim dan konflik lainnya. Tak hanya itu keselamatan dan keamanan warga minoritas muslim di negara kafir pun tidak didapatkan seperti komunitas muslim  Uighur di China dll. Warga minoritas tersebut mendapat perlakuan tak adil, mereka diperlakukan dengan kejam, dianiaya, perempuannya dilecehkan, anak-anak harus kehilangan orangtuanya, kehilangan tempat tinggalnya padahal mereka adalah warganya sendiri. Ya. Mereka diperlakukan seperti itu hanya karena mereka muslim.
Sedangkan negara-negar Timur Tengah yang mendominasi tidak damai seperti Afghanistan menjadi negara yang paling tidak damai di dunia untuk kedua kalinya secara berturut-turut, diikuti oleh Suriah, Irak, Sudan, dan Yaman.
Perdamain dunia tidak akan termujud jika sistem yang digunakan sistem kapitalis. Negara-negara muslim masih jadi incaran para negara-negara adidaya. Jadi masihkah berharap perdamaian dunia akan terwujud dalam hegemoni global ideologi kapitalisme?
Padahal akar masalah munculnya aksi terorisme dan berbagai konflik tidak lain karena sebagian besar negara mengadopsi sistem kapitalisme yang tidak mampu memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi manusia.
Kapitalisme sistem yang lahir dari aturan manusia tolak ukur yang dipakai hanya asas manfaat, hari perdamaian dunia hanya “topeng” karena dibalik itu negara-negara adidaya pun memanfaatkannya.
Baca Juga: BKKBN Jabar Bangun Keluarga Berkualitas, Komisi IX DPR RI Siap Support
Peran Islam Dalam Wujudkan Perdamaian Dunia
Berbeda dalam ideologi Islam dibawah aturan kepemimpinan yang memberikan rasa aman dan menjaga setiap jiwa, harta dan kehormatan setiap warganya. Ikatan akidah Islam menjadi pemersatu yang bisa menciptakan satu perasaan, satu pemikiran dan satu aturan yaitu syariat Islam. Karena kita adalah umat yang satu jika ada sodaranya yang teraniaya umat yang lain ikut merasakan sakit. Ya. Ibarat satu tubuh.
“Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalamnya saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).
Bila kita bercermin pada sejarah bagaimana Islam sangat berperan dalam perdamaian dan keadilan. Itu terbukti oleh tinta sejarah yang telah mencatat bagaimana sosok pemimpin Salahuddin Alayubi sang pemimpin yang berani, adil dan lembut telah membebaskan kota suci Yerusalem (Palestina) dari kedudukan tentara Salib.
Di sana selain agama Islam ada Nasrani dan Yahudi 3 agama tersebut hidup berdampingan dengan damai selama  460 tahun di bawah kekuasaan Islam.  Itu terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khatab, perjanjian damai yang ditandatangani Umar dan  Uskup Sophronius (Pemimpin Nasrani). Namun, diingkari oleh pasukan Salib.
Sejak perjanjian damai tersebut diingkari kedzaliman terus merajalela yang dilakukan oleh tentara Salib. Salahuddin Alayubilah yang membebaskannya kembali dengan cara yang adil tanpa aniaya Seperti yang di tuliskan oleh Karen Amstrong dalam bukunya Perang Suci menggambarkan, saat Salahudin dan pasukan Islam membebaskan Palestina, tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh. Tak apa pula perampasan harta benda.
”Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Salahuddin menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan akibat keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah. Dan ia pun membebaskan banyak dari mereka, sesuai imbauan Alqur’an,” papar Amstrong.
Sejatinya, Khilafah Islam adalah wujud keadilan dan perdamaian bangsa-bangsa dan agama-agama di dunia. Penaklukan (futuhat) bertujuan meleburkan seluruh umat manusia dengan keberagamannya dan hidup damai di bawah pemerintahan yang menerapkan hukum dan aturan dari Sang Pencipta.
Meskipun berada dalam kekuasaan Islam, namun tidak ada diskriminasi. Perlindungan tidak hanya diberikan bagi warga muslim saja tapi non muslim pun mendapatkan perlakuan yang sama. Karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin, rahmatnya akan dirasakan oleh seluruh manusia, bahkan segenap alam semesta.
Oleh karenanya, saat ini ketika kita sungguh-sungguh menginginkan perdamaian, mau tidak mau harus mewujudkan terlebih dahulu kekuasaan yang mampu mencegah konflik antarkomunal dan memfasilitasi kehidupan bersama sehingga memungkinkan umat manusia dari berbagai bangsa dan agama bisa hidup berdampingan dengan damai. Kekuasaan itu tidak lain adalah Khilafah Islamiyah yang sudah teruji dan terbukti menyatukan umat manusia lebih dari 13 abad dengan gemilang. Wallahua’lam.
Artikulli paraprakMouse dan Keyboard Kombo Terlaris dari Logitech Kini Hadir dalam Versi Silent,
Artikulli tjetërAnggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi, Tekankan Kesehatan Reproduksi