Hernawan, Ketua Umum HMI Ciamis Periode 2019 - 2020. Foto/Dokpri. Hendry.

Oleh : Hernawan (Ketua Umum HMI Cabang Ciamis)

PASUNDANNEWS.COM, CIAMIS – Sebanyak 143 desa di Kabupaten Ciamis akan melaksanakan pemilihan Kepala Desa serentak pada 12 April 2020 mendatang. Anggaran yang di gelontorkan untuk Pilkades pun tidak sedikit, yaitu sekitar 5,5 Miliyar. Hal ini merupakan fenomena demokrasi yang sangat besar dan langsung menyentuh ujung tombak pemerintah, yaitu Desa.

Oleh karena itu, pesta demokrasi yang diselenggarakam di tingkat Desa harus tetap memegang azas kekeluargaan dan gotong royong dalam rangka membangun sebuah kedaulatan desa untuk menentukan pemimpin sekaligus sesepuhnya sendiri tanpa harus diintervensi oleh cara-cara yang justru hendak merusak azas kekeluargaan dan gotong royong yang dimiliki oleh desa.

Sebagaimana tercantum pada Undang-undang No 6 tahun 2014 bahwasannya Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Artinya, desa memiliki kekhasan cara berpikir, keyakinan dan tata laku dalam keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Termasuk untuk memilih seorang pemimpin, masyarakat Desa memiliki pegangan nilai yang khas, yaitu berasaskan kekeluargaan dan gotong royong.

Dalam hal pemilihan desa serentak yang akan di selenggarakan di kabupaten Ciamis. Menurut penulis, pemilih dan yang dipilih harus memahami terlebih dahulu apakah pemilihan Desa itu merupakan cara ataukah tujuan? Kalau pemilihan desa merupakan cara, lalu apa yang seharusnya menjadi tujuan bersama yang diharapkan masyarakat desa dari pemilihan kepala desa?. Pemilih dan yang dipilihpun mesti memahami sebenarnya kenapa harus ada pemilihan desa dan kenapa pula harus serentak? Kenapa desa tidak menentukan cara sendiri untuk menentukan pemimpinnya? Kemudian kriteria yang harus dimiliki oleh sesepuh desa itu apa? Kriteria pemilih mesti bagaimana ? agar pemilih mengetahui siapa yang pantas untuk menjadi pemimpinnya.

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut kita lihat terlebih dahulu bagaimana pemilihan desa tahun-tahun sebelumnya. Pemilihan desa dilakukan terpusat di lapang desa dan calon kepala desa duduk dipanggung menyapa seluruh pemilih yang datang. Keuntungannya pola yang dilakukan semacam ini adalah setiap pemilih bisa menyaksikan calon pemimpin yang akan dipilih. Karena kriteria yang dipilih berdomisili di desa tersebut, pemilih sudah mengetahui bagaimana keseharian pribadi yang akan dipilih. Selain itu, konflik akibat pilkades bisa diminimalisir karena calon kades tidak akan mengetahui mayoritas pemilihnya dari dusun atau RW mana dan minoritas pemilihnya tersebar di dusun dan RW mana saja.

Berbeda dengan pilkades saat ini yang menggunakan sistem multi TPS yang tersebar dibeberapa dusun atau RW sesuai dengan UU No 7 Tahun 2017 tentang pemilu pasal 350, bahwasannya pengaturan per TPS harus berjumlah maksimal 500 pemilih. Calon kades tidak duduk bersama disatu panggung. Selain itu, calon kadespun akan mengetahui di TPS mana ia banyak dipilih dan di TPS mana saja ia sedikit dipilih yang sudah barang tentu saat ia menjadi kades cenderung akan pilih kasih terhadap TPS yang berada di dusun dengan penyumbang sedikit suara.

Pilkadespun sebenarnya bisa saja dilakukan dengan cara bermusyawarah. Penduduk desa sudah pasti mengetahui keseharian yang pantas menjadi pemimpinnya. Jika ada beberapa orang yang pantas, tinggal dimusyawarahkan siapa yang paling pantas menjadi pemimpin dan masing-masing pemimpin bisa berbagi tugas didasari dengan niat yang sama yaitu sama-sama berusaha mencapai kesejahteraan desa.

Sangat disayangkan jika pilkades harus disamakan dengan pileg atau pilpres. Justru Pilpres dan Pileg lah yang harus belajar ke desa tentang azas-azas dalam berdemoktrasi. Di desa hampir tidak ada money pilitic dan black Campaign serta Konflik paska pemilihan jarang terjadi. Berbeda dengan Pileg dan Pilpres, yang kerap diwarnai black campaign dan money politic.

Bagi para calon kepala desa dipandang perlu untuk memahami prinsip demokrasi ala desa. Prinsip demokrasi ala desa adalah berpegang teguh pada prinsip baik buruk dan benar salah bukan menang kalah. Pemilihan desa jangan sampai terjangkit penyakit pilpres dan pileg yang prinsip utamanya adalah kalah-menang. Sehingga tidak peduli baik-buruk atau benar salah, yang paling penting adalah bagaimana bisa menang, walaupun harus menimbulkan konflik berkepanjangan.

Artikulli paraprakEmil Tetapkan Jawa Barat Siaga 1 Covid-19, HICMI Jabar: Terlalu Berlebihan
Artikulli tjetërMenang Tipis Atas Real Sociedad, Barcelona Puncaki Klasemen Sementara Liga Spanyol