BERITA BANDUNG, PASUNDANNEWS.COM – Kekecewaan mendalam kembali menyelimuti publik sepak bola Tanah Air.
Kekalahan Tim Nasional Indonesia dari Irak memastikan skuad Garuda gagal meraih tiket langsung ke Piala Dunia 2026.
Hasil ini bukan kekalahan biasa, melainkonsekuensi dari keputusan strategis yang keliru di tubuh federasi.
Menurut perwakilan Pandit Bandung Kickoff, Rifal Ananda menyayangkan keputusan PSSI mengganti Shin Tae-yong dengan Patrick Kluivert.
“Sangat disayangkan, di tengah fase krusial kualifikasi terbukti menjadi langkah yang berisiko tinggi dan berujung fatal,” ujarnya kepada PasundanNews.com, Rabu (15/10/2025).
Rifal menambahkan, tanpa alasan yang jelas dan transparan, perubahan di posisi pelatih ini justru membuat performa tim nasional merosot drastis.
Rekam jejak Kluivert sebetulnya telah menjadi peringatan dini. Pelatih asal Belanda itu sebelumnya gagal menorehkan hasil positif saat menangani Timnas Curaçao maupun klub Adana Demirspor, dua pengalaman yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan serius bagi federasi.
Namun, keputusan tetap diambil tanpa komunikasi terbuka kepada publik.
“Federasi di bawah kepemimpinan Erick Thohir kini dituntut untuk memberikan penjelasan menyeluruh atas kebijakan yang mengubah arah timnas secara mendadak di tengah kompetisi,” tegasnya.
Patrick Kluivert dan Tim yang Kehilangan Arah
Di sisi lain, Patrick Kluivert juga tak bisa lepas dari sorotan. Sejak memegang kendali, Timnas Indonesia seolah kehilangan identitas permainan yang sebelumnya mulai terbentuk di era Shin Tae-yong.
Padahal, skuad kali ini disebut sebagai salah satu yang paling menjanjikan dalam sejarah tim nasional.
Strategi dan eksperimen Kluivert dinilai justru menghambat potensi tim. Dalam laga penentuan melawan Irak, keputusan mencadangkan Ole Romeny dan menurunkan Mauro Zijlstra, serta memasukkan Eliano alih-alih Miliano Jonathans, menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pengamat.
“Kebijakan taktis seperti itu menunjukkan bahwa Kluivert belum memahami karakter pemain dan kebutuhan tim secara utuh,” terang Rifal.
Kini, publik menuntut evaluasi menyeluruh di tubuh federasi dan staf kepelatihan tim nasional.
Kegagalan kali ini seharusnya menjadi refleksi bagi semua pihak bahwa pembinaan dan kontinuitas kepelatihan tidak bisa dikorbankan demi keputusan instan.
“Timnas Indonesia membutuhkan stabilitas, perencanaan jangka panjang, dan keberanian untuk belajar dari kesalahan. Jika tidak, mimpi tampil di Piala Dunia akan terus menjadi sekadar wacana yang berulang tanpa akhir,” pungkasnya.
(Herdi/PasundanNews.com)




















































