Oleh Aris Rindiansyah
(Cemerlang Syndicate)
PASUNDANNEWS – Akhir akhir ini buaya selalu menjadi bahan olokan untuk kaum perempuan atau laki-laki yang tidak bisa setia terhadap satu pasangan. padahal jika ditelusuri sebutan buaya untuk laki-laki atau perempuan yang tidak setia terhadap satu pasangan tidaklah tepat.
Buaya atau dalam bahasa latin Crocodilydae adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. di habitat aslinya buaya adalah hewan yang sangat setia terhadap satu pasangan, setiap musim kawin buaya jantan akan memilih betina yang sama, begitupun saat betina bertelur buaya jantan akan setia menjaganya dari para predator, bahkan jika sang betina mati maka sang buaya jantan tidak akan mencari betina lain, dan memilih menghabiskan sisa hidupnya sendirian.
kesetiaan hewan reptil ini bahkan dijadikan simbol dalam adat pernikahan masyarakat betawi di Indonesia. masyarakat menyertakan roti yang berbentuk buaya (roti buaya) hantaran dari mempelai pria kepada mempelai wanita menjelang akad. menurut sejarahwan Irwan Syafiie Roti Buaya merupakan Simbol dari kesetiaan dan kemapanan menuju hubungan pernikahan.
jika melihat filosofi diatas maka penempatan prilaku ketidaksetiaan manusia terhadap satu pasangan maka tidak adil bagi buaya dan tidak sesuai dengan perike-buaya-an. Tapi ada hal lain yang dimiliki buaya mirip dengan perilaku manusia khususnya kaum politisi. hal tersebut tidak lain adalah “Air Mata Buaya”.
istilah air mata buaya adalah sebutan untuk air mata palsu atau air mata bukan kesedihan bahkan bisa disebut simpati buatan seperti halnya buaya akan menangis ketika memakan mangsanya, menurut Ahli Zoologi Ken Vliet produksi air mata itu berasal dari desisan dan teriakan yang dibuat buaya ketika melahap mangsa,
Hal ini memaksa udara dari sinus untuk merangsang kelenjar air mata guna menghasilkan air mata berlebih. Beberapa udara yang keluar menghasilkan buih dan gelembung di sekitar mata. Dari sinilah untuk menggambarkan air mata palsu, maka kita menyebutnya air mata buaya.
menunjukan simpati buatan, air mata palsu adalah hal tak asing bagi beberapa politisi apalagi menjelang pemilu atau pilkada. mereka akan menunjukan rasa simpati, air mata dan objek kesedihan lain, bukan karena memang benar benar merasa simpati dan sedih, tapi karena keinginan meraih hati masyarakat agar memilihnya pada pemilu atau pilkada mendatang.
masyarakat harus pandai memilih mana politisi yang memang menunjukan simpati dari hati nurani dan mana politisi yang hanya “memainkan” simpati dan kesedihan masyarakat untuk memenuhi ambisi politiknya, politisi seperti ini patut kita sebut sebagai buaya politik.
kembali lagi soal buaya, mulai sekarang jangan sangkutkan buaya terhadap perilaku tidak setia manusia kepada pasangannya karena sangat menyinggung perasaan buaya itu sendiri. tapi mulai sekarang berhati-hatilah dalam memilih calon pemimpin karena banyak politisi yang menunjukkan air mata buaya.
Ingat yang bahaya itu Buaya Politik bukan Buaya Cinta.
Artikulli paraprakDirektorat Reserse Narkoba Polda Jabar Amankan 2 Pelaku Pembawa Sabu 10 kilogram
Artikulli tjetërPelaku UMKM Bersyukur Adanya Program Pembuatan Masker