Peserta Advance Training Badko HMI Jawa Barat Ade Maulana Yusuf. Foto/Istimewa

BERITA JABAR, PASUNDANNEWS.COM – Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Jawa Barat menyoroti isu tentang peluang masa depan peradaban Islam.

Menurut Ade Maulana Yusuf, peluang tersebut dapat dijawab melalui sejumlah narasi-narasi besar modernisme sebagaimana khas gerakan HMI.

Salah satunya ialah pengarusutamaan tradisi keilmuan Islam secara integratif.

“Tradisi di HMI ini, yang bisa mampu beradaptasi dengan modernisme menjadi bekal untuk menjawab berbagai tantangan dalam masa depan peradaban Islam,” kata kader asal HMI Ciamis ini kepada PasundanNews.com, Kamis (30/1/2025).

Ia yang akrab disapa Maul memandang salah satunya yaitu upaya mengintegrasikan Islam dan ilmu pengetahuan agar menghindarkan pola pikir yang dikotomis.

“Selama ini saat ilmu yang bersifat positivistik merambah dunia Islam lewat imperialisme Barat, ketegangan antara agama dan sains semakin meruncing,” terangnya.

Selaku peserta Advance Training Badan HMI Jawa Barat tersebut, Maul menuturkan, bahwa penegasian terhadap validitas dan status ilmiah atas suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya dapat menjadi batu sandungan.

Baca Juga : Peran Ekonomi Hijau dalam Mengatasi Perubahan Iklim 

“Oleh karenanya, ikhtiar mengarusutamakan tradisi keilmuan Islam secara integratif bisa menjadi platform untuk menangkap peluang bagi kemajuan masa depan peradaban Islam,” katanya.

HMI dengan karakteristik sebagai organisasi mahasiswa yang dinamis dan penuh semangat modernisme mampu menjadi aksebilitas gerakan arus utama sebagaimana dimaksud di atas.

Sehingga dapat mengakomodasi kelanjutan sejarah, yang telah dilakukan umat muslim dengan memperkukuh dunia pendidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan sains.

Maul menjelaskan, secara infrastruktur, dalam konteks Indonesia telah dimulai oleh Perguruan Tinggi di tahap aplikasi model integrasi Islam.

“Misalnya, semua UIN (Universitas Islam Negeri) bahkan memiliki kekhasan dan polanya masing-masing. Contohnya seperti UIN Sunan Kalijaga menerapkan model gabungan saat mendesain konsep ‘Jaring Laba-laba Ilmu Pengetahuan’,” paparnya.

Setidaknya, lanjut Maul, model integrasi yang didominasi oleh lembaga-lembaga pendidikan dan para akademisi di Perguruan Tinggi di Indonesia ini dapat melanjutkan keberlangsungan penguatan keilmuan secara integratif dengan semangat kembali kepada ajaran Islam yang kaffah.

“Hal ihwal upaya integrasi Islam dan ilmu pengetahuan merupakan peluang tersendiri yang perlu terus dikembangkan,” ungkapnya.

Sehingga menjadi arus utama keilmuan di Indonesia sejak pasca-kolonial yang secara konstruksi ilmu di lembaga pendidikan mendikotomi agama dan sains.

“Tentunya kita berharap ikhtiar menekuni tradisi keilmuan yang telah dilakukan sebagaimana sejumlah tokoh-tokoh hebat dalam peradaban Islam menginspirasi para pembelajar muslim, terutama bagi kader HMI,” jelas Maul.

Ia menegaskan, peluang ini dapat ditangkap bukan hanya sebatas angan-angan melainkan menjadi bekal yang kongkrit.

“Terlebih untuk melanjutkan misi mulia dalam memajukan peradaban Islam sejak skala paling terkecil dan terdekat di lingkungan kita sendiri,” pungkasnya.

(Herdi/PasundanNews.com)