Presiden Rusia, Vladimir Putin (Kanan) dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky (kiri). Foto/Ist.Net

BERITA POLITIK, PASUNDANNEWS.COM – Seteru antara Rusia dan Ukraina mengakibatkan publik berasumsi bahwa Perang Dunia 3 (PD 3) akan pecah di tanah Eropa atau di Selat Taiwan.

Namun hal ini tak berlaku bagi analis geopolitik dan penulis The Shadow War, Brandon Weichert, mengutip CNBC, Kamis (4/5/2023).

Ia mengatakan sebenarnya ancaman PD3 akan muncul dari Timur Tengah. Ini pun, tegasnya, sudah lama menjadi kekhawatiran AS sejak lama.

“Sudah menjadi pendapat saya selama beberapa tahun sekarang bahwa ancaman Perang Dunia III tidak akan datang baik dari Ukraina atau Taiwan,” katanya, mengutip Express.

“Tapi itu akan berasal dari Iran,” jelasnya.

Pernyataan ini bukan tak berdasar. Kedekatan yang terjadi antara Iran dengan Rusia dan China akan membawa Teheran ke titik baru oleh sekutu-sekutunya itu.

Menurutnya Teheran akan didorong Beijing dan Moskow untuk bergerak melampaui batas tradisional mereka.

Di mana negeri itu akan mengancam Israel dan mendorong AS bergerak.

“Iran diberdayakan oleh sekutunya di Beijing dan Moskow. Itulah tepatnya yang sedang terjadi,” tambahnya.

Nuklir di Iran Menjadi Sinyal, Memperkaya Uranium

Kepemilikan Iran akan nuklir juga menjadi sinyal lain. Iran diketahui telah memperkaya uranium beberapa tahun terakhir.

Perjanjian pembatasan nuklir yang semula telah dibuat di era Presiden AS Barrack Obama, musnah di bawah aksi penerusnya Donald Trump, yang secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir 2018 itu.

Alhasil Iran, yang kembali dikenai sejumlah sanksi oleh Washington, maju dengan proses pengayaan uraniumnya dengan cepat.

“Semua orang, termasuk Presiden (Joe) Biden sendiri, mendukung kombinasi penarikan mutlak AS dari wilayah tersebut,” ujarnya lagi menyebut AS terlalu fokus ke Ukraina dan Taiwan, bukan Iran.

“Ini sama saja memastikan muncul konflikt lebih besar, alih-alih mencegahnya, yang kemungkinan juga akan menyedot AS ke dalam skenario Perang Dunia III saat AS tidak memiliki kemampuan, sumber daya, atau kemauan untuk meraih kemenangan dalam konflik semacam itu,” tegasnya.

Mengutip laman yang sama, April lalu laporan mengklaim China dan Rusia telah melakukan pembicaraan dengan Iran

Pada pembicaraannya yaitu untuk mengisi pasokan senyawa kimia penting untuk rudal balistik. Langkah tersebut dikatakan melanggar sanksi PBB.

Ini pun berpotensi dimanfaatkan untuk membantu Rusia mengisi stok roketnya yang mulai habis di Ukraina.

Drone Iran memang dilaporkan digunakan Rusia dalam perang dengan tetangganya itu, yang menyebabkan kehancuran signifikan di beberapa kota milik Kyiv.

Khusus China, diketahui Presiden Iran Ebrahim Raisi pernah menulis sebuah opini untuk media pro pemerintah Beijing, People’s Daily, yang menyebut bahwa China dan Iran adalah ‘teman dalam situasi sulit’.

Ketergantungan Iran ke China meningkat beberapa talun terakhir, mulai dari perdagangan, hingga menjadi ‘juru selamat’ yang mendamaikannya dengan Arab Saudi.(Herdi/PasundanNews.com)