BANDUNG. Calon Anggota Legislatif (Caleg), diwajibkan turun langsung menyapa masyarakat, menyebarkan visi-misi dan programnya, aga bisa dikenal oleh masyarakat sebagai wakil rakyat.

Begitu ditegaskan, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Rabu (6/3).

Ujang menilai, kampanye door to door atau sapa langsung masyarakat merupakan cara yang paling efektif, mengingat pemberitaan pilpres cenderung masif dibandingkan pileg.

“Pemilu serentak antara Pileg dan Pilpres. Menjadikan pemberitaan Pileg sepi dan tertutup Pilpres. Harusnya dengan minimnya pemberitaan dalam Pileg, para Caleg harus lebih giat dan keras dalam menyapa rakyat. Agar rakyat mengenalnya,” tegas Ujang.

Berdasarkan simulasi survei di beberapa daerah kata Ujang, banyak masyarakat yang sama sekali tidak mengenal para wakilnya. Sehingga dua metode kampanye udara dan darat (Media dan Sapa Masyarakat), harus masif dilakukan para caleg.

“Hasil simulasi tersebut, sejatinya menjadi bahan evaluasi dan introspeksi diri agar para Caleg memperkenalkan diri secara masif. Baik menyapa langsung via darat. Atau menyapa menggunakan media sosial atau media-media yang lainnya (via udara),” jelasnya.

Apalagi kata Ujang, ketika para caleg bertarung di daerah perkotaan seperti pertarungan legislatif di daerah pemilihan Jawa Barat I yakni Kota Bandung dan Kota Cimahi, mengharuskan para caleg turun sapa masyarakat. Karena tipe pemilih diperkotaan yang lebih rasional.

“Maka mau tidak mau. Suka tidak suka. Para Caleg harusnya menyapa pemilih secara intensif. Karena pemilih rasional cenderung akan memilih berdasarkan pada apa yang ditawarkan oleh para caleg tersebut. Dan program-program yang ditawarkan itu bisa tersosialisasikan jika para caleg menyapa langsung pada masyarakat. Dan bisa juga melalui media,” kata Ujang.

Jangan sampai dalam kontestasi pileg ini, para caleg tidak turun untuk menyapa masyarakat. Bahkan dalam kampanye di media pun para caleg tidak melakukan itu.

“Minim pengenalan diri. Minim kampanye. Tiba-tiba membeli suara rakyat di hari H. Yang terjadi akhirnya demokrasi menjadi rusak. Rusak karena money politics yang dilakukan oleh para Caleg,” paparnya.

Dengan demikian, masyarakat akan dipaksa untuk menerima suap tersebut demi mendapatkan suara yang diinginkan oleh para caleg. Namun setelah itu para caleg kabur dan tidak bertanggung jawab atas suara yang telah diberikan kepadanya.

“Setelah menang mereka kabur. Setelah terpilih mereka menghindar. Dan setelah menjabat potensi melakukan korupsi sangat besar bagi para caleg-caleg yang terpilih tersebut,” pungkasnya.

Di wawancara terpisah, Calon Anggota Legislatif DPR-RI Boyke Febrian Mohamad menilai, seorang wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat mesti memiliki kedekatan dengan rakyat. Hal tersebut untuk mempermudah komunikasi dan aspirasi yang diinginkan oleh rakyat.

“Wakil rakyat harus mengetahui kondisi dan aspirasi yang diinginkan oleh rakyat. Sehingga tindakan yang diambil oleh legislator sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh rakyat,” jelas Boyke yang maju di dapil I Jabar (Kota Bandung-Kota Cimahi).

Boyke pun, selama perjalanan kampanye pileg 2019 ini, ribuan titik sudah dikunjunginya untuk menyapa dan bertatap muka dengan masyarakat. Program UMKM yang digagas yaitu menciptakan lapangan kerja melalui bisnis kuliner Donat yang berbahan dasar ubi cilembu dan ubi ungu.

Selain itu, pelatihan-pelatihan bisnis saham pun dilakukan oleh Boyke untuk menciptakan kaum milenial, yang mampu memanfaatkan perkembangan jaman di dunia investasi saham.

“Sudah 50 UMKM Donat Boyke lahir di Kota Bandung dan Kota Cimahi. Bahkan pelatihan bisnis saham yang diikuti oleh ratusan milenial menjadi fokus program yang dijalankan. Itulah wakil rakyat yang mampu bermanfaat bagi rakyatnya,” tegas Boyke caleg dari Partai Golkar ini. (red)

Artikulli paraprakKIPP Jabar Minta Masalah WNA Masuk DPT Diusut
Artikulli tjetërPolres Subang: Imbau Masyarakat Tertib Berlalu Lintas

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini