PasundanNews, Tasikmalaya – Bertepatan dengan hari buruh internasional, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Siliwangi (Unsil) menyerahkan draft menyerahkan hasil kajian RUU Cipta Kerja pada DPRD kota Tasikmalaya.
Draft tersebut berisi tuntutan terkait banyaknya permasalahan yang dimuat dalam Rancangan Undang-undang Cipta Kerja. Hasil kajian tersebut dituangkan dalam bentuk kertas posisi.
“Dari hasil kajian kami, masih terdapat banyak permasalahan dalam RUU Cipta Kerja tersebut,” ucap Jaka Pria Purnama, Presiden Mahasiswa Universitas Siliwangi dalam rilis yang diterima pasundannews.com, Jumat (1/5/2020).
Menurut Jaka, setidaknya ada lima permasalahan krusial dari RUU Cipta Kerja ini. Sehingga RUU ini ditentang oleh pelbagai kalangan terutama kaum buruh.
“Pertama, dalam penyusunan RUU Cipta Kerja ini tidak melibatkan elemen masyarakat terkait, utamanya pelibatan kaum buruh,” ujarnya.
Adanya RUU ini lanjut Rizal, berpotensi menyebabkan upah buruh menjadi semakin rendah. Karena sistem pengupahan yang akan digunakan adalah Upah Minimum Provinsi (UMP) bukan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK)
“Hal ini sangat beresiko menyengsarakan rakyat kecil. Karena perusahaan dapat mengambil jumlah upah terkecil tanpa memikirkan kesejahteraan para pekerja,” kata Jaka.
Selain itu, Jaka menilai dalam RUU Cipta Kerja ini tidak ada kejelasanan hubungan kerja karena berlaku outsourcing dimana buruh tidak memiliki jaminan karir dan masa depan.
“Dalam RUU tersebut, kami juga menemukan celah yang memudahkan tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia,” ungkap Jaka.
Jaka menyesalkan sikap pemerintah yang terus melanjutkan pembahasan Omnibus Law ditengah pandemi covid-19.
“Terkesan pemerintah memanfaatkan pandemi covid-19 untuk melanjutkan RUU ini. Padahal sejak diumumkan, sudah muncul gejolak penolakan adanya Omnibus Law,” jelasnya.