Oleh : Silvia Pauzia
PASUNDANNEWS – Selama beberapa minggu ini kita kerap di hebohkan oleh berita Perancis yang katanya sedang berperang melawan Islam.
Berawal ketika presiden Macron memberikan statement “Islam is a religion that is in crisis all over the world today” (“Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini”). Hal ini membuat banyak umat Islam di berbagai penjuru negeri marah dengan statement presiden Perancis tersebut.
Peperangan antara Islam dan Perancis semua bermula ketika koran Charlie Hebdo memutuskan untuk kembali mempublikasikan karikatur nabi Muhammad, satu hari sebelum sidang terhadap 14 tersangka terorisme tahun 2015 lalu.
Gara-gara itu tanggal 26 September pemuda berumur 18 tahun asal Pakistan menyerang dua orang yang berada di depan kantor Koran Charlie Hebdo dengan motif bahwa pemuda tersebut marah akibat pelecehan yang di lakukan terhadap Nabi Muhammad.
Kemudian bulan depannya seorang guru di Perancis bernama Samuel Paty di penggal kepalanya oleh tersangka bernama Abdoullakh Anzorov seorang remaja 18 tahun yang lahir di Moskwa tapi berasal dari Chechnya, selatan Rusia. Sebelum nya Samuel Paty mengajar di kelas tentang kebebasan berekspresi, dengan menunjukan karikatur Nabi Muhammad kepada para muridnya. Namun, sebelum kelas berlangsung Samuel Paty sempat mempersiapkan kepada muridnya yang tidak ingin mengikuti kelas untuk keluar agar tidak menyinggung murid tersebut.
Hingga akhirnya ada seorang wali murid yang melapor pada CCIF (Collective against Islamophobia in France) hingga akhirnya berita tersebut menyebar luas yang membuat umat muslim geram.
Freedom of Speech and Expression disini jelas sangat salah di gunakan, dimana seharusnya bebas berekspresi bukan berarti boleh melecehkan agama, budaya, suku dan ras karena hal tersebut tentu sangat melanggar aturan norma dan etika bersosial yang dimana begitu beragam.
Setelah kejadian tersebut mulailah kejadian-kejadian lanjutan yang mengancam berbagai agama di Perancis contohnya ada dua perempuan berjilbab di tusuk di dekat menara eiffel dan disebut dirty arabs dan kemudian ada tiga orang di bunuh di sebuah gereja hingga masjid yang coba di bakar.
Hingga saat ini umat muslim mulai melakukan aksi protes terhadap Perancis dengan melakukan aksi demonstrasi hingga boikot produk Perancis di gembor gemborkan umat muslim, guna mengecam presiden Marcon yang sempat berstatemen krisis terhadap Islam.
Kata boikot berasal dari nama Charles Boycott yang merupakan seorang agen dan pengelola tanah asal Inggris. Sejarah menceritakan bahwa pada jaman dahulu petani memohon kepada Charles Boycott agar menurunkan harga penggarapan lahan pertanian. Namun permohonan para petani tersebut ditolak oleh Charles Boycott. Tidak lama kemudian, sikap penolakan dari Charles Boycott dibalas dengan penolakan juga oleh para petani hingga di asingkan ke luar kota. Mulai dari sinilah kata boikot itu dipakai.
Saat ini umat muslim memboikot produk-produk yang berasal dari Perancis di Indonesia sendiri banyak ajakan di media sosial untuk memboikot produk tersebut juga saat ini di minimarket mulai rame untuk tidak mau menjual produk Perancis.
Namun yang sangat disayangkan pemboikotan di Indonesia justru banyak yang membeli produk tersebut kemudian menghancurkan dan ada pula yang di bakar, bahkan beberapa barang yang telah di beli ikut dibakar dan dihancurkan.
Dalam beberapa kasus kebelakang, pemboikotan biasanya tidak berhasil dengan jangka waktu lama. Terlebih saat ini di Indonesia sendiri lebih banyak impor daripada ekspor, akan tetapi kesuksesan suatu pemboikotan itu banyak sekali faktornya mulai dari seberapa parah isunya hingga berapa banyak yang ngeboikot. Karena mereka akan mempunyai power yang begitu kuat dibandingkan kita yang sekedar rakyat biasa.
Sebetulnya boikot bisa dilakukan dengan penyadaran moral pada setiap individu itu sendiri, ketika kita merasa berhasil mulai meninggalkan produk-produk yang berasal dari negara yang di rasa sudah melecehkan umat muslim. Boikot-boikot yang dilakukan dengan cara membeli kemudian menghancurkan bukanlah boikot yang seharusnya di lakukan, juga kita harus melihat keadaan apakah siap untuk memboikot atau tidak karena terkadang dalam negeri sendiri tidak ada produk serupa yang memang masih di butuhkan.
Kita butuh usaha kolektif bukan hanya kesadaran perorangan melainkan menjadi kesadaran bersama akan kepentingan bersama, agar perpecahan dan segala permasalahan bisa segera selesai.
Artikulli paraprakPilkada Pangandaran, Agun; Perkuat Soliditas Partai untuk Menangkan Pasangan Aman
Artikulli tjetërInfo Terkini: Padang di Guncang Gempa 6.0 Magnitudo