PASUNDAN NEWS – Indonesia mulai di ramaikan dengan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang jelas-jelas membuat masyarakat semakin bingung untuk memahami aturan negara.

“Apa tidak ada sosialisasi dulu gituh biar minimal masyarakat faham apa itu pajak, bagaimana melaksanakannya dan kenapa harus di satukan sama NIK KTP? Anak SMA juga kan bisa langsung dapet KTP, langsung kena wajib pajak juga?,” kata Irwan M ketua umum Himpunan Mahasiswa Tjiandjur (Himat).

Menurutnya pemerintah butuh masyarakat untuk mewujudkan suatu program, sedangkan program yang lambat laun berjalan hanya sekedar jadi obrolan di warung kopi bagi masyarakat, lalu esok lusanya harus di jalankan.

“Lantas bagaimana terbangun kesepahaman antara pemerintah dan masyarakat ketika program ini tidak di sampaikan detail, seharusnya ada transfaransi data yang di sampaikan,” jelasnya.

“Bantuan sosial yang jelas-jelas menjadi hak rakyat dipersulit dengan banyaknya kartu, kalau untuk kepentingan pemerintah di permudah mungkin dengan gabungan kartu,” sambung Irwan M.

Menurut pria yang akrap disapa Irwan itu mengatakan, Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di KTP tentunya sudah dimiliki semenjak seseorang terdaftar sebagai warga Negara. Jika aturannya NIK menjadi pengganti nomor NPWP, maka semenjak dini masyarakat sudah menjadi wajib pajak.

“Seolah-olah pemerintah mementingkan pemasukan negara dari pada memperhatikan hak warga Negara,” terangnya.

lanjutnya, sektor ekonomi harusnya menjadi perhatian husus bagi pemerintah untuk mengembalikan kesejahteraan rakyat, bukan hanyak membahas tentang pendapatan dari pajak. Karena melihat kondisi ekonomi masyarakat menengah kebawah hari ini merosot pesat dampak dari pandemi yang belum usai.

“Semoga terjawab,” tandas Irwan M.

(Fik)