Harik Ash Shiddieqy Amrullah S.H., M.H – Ketum Pimpinan Daerah Jawa Barat Koalisi Masyarakat Madani Indonesia (Aktivis Muda Asal Garut)

PASUNDAN NEWS – Perusahaan Umum Daerah (Perumda) bukanlah entitas bisnis biasa. Ia adalah instrumen strategis milik rakyat yang dirancang untuk menjamin kesejahteraan, pemerataan ekonomi, dan pelayanan publik yang adil dan terjangkau. Perumda adalah tangan kanan negara di daerah, penyeimbang antara kepentingan ekonomi dan kemanusiaan, serta katalisator pembangunan berbasis keadilan sosial.

Namun hari ini, wajah Perumda ternoda. Harapan rakyat dikorupsi secara halus melalui proses seleksi direksi yang terindikasi manipulatif, elitis, dan bertentangan dengan hukum dengan adanya penggiringan pentepan calon direksi. Di balik jargon profesionalisme, tersembunyi praktik otoriter yang tak lagi mengindahkan batas-batas kewenangan sebagaimana diatur oleh negara.

Perhatikan dengan saksama: Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 37 Tahun 2018 secara tegas membatasi peran Panitia Seleksi (Pansel) hanya pada tahap verifikasi administratif dan uji kelayakan dan kepatutan (UKK). Tidak lebih. Tidak kurang. Keputusan akhir tetap di tangan Kepala Daerah sebagai pemegang saham.

KPM yg merupakan organ perusahaan daerah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam perusahaan umum dan memegang segala kewenangan yg tidak diserahkan kepada direktur ataupun pengawas yang dalam hal ini yg dimaksud adalah Kepala Daerah atau yang ditunjuk Pasal 1 angka 15 PP No 54 tahun 2017, maka pengangkatan dilakukan oleh KPM sebagaimana Pasal 56 dan untuk Direktur Utama diangkat dari salah satu anggota Direksi Pasal 60 (5)

Dalam hal perekrutan calon direksi maka dibentuk Pantia seleksi yang terdiri dari perangkat daerah dan unsur independen/perguruan tinggi bisa dilihat dalam Pasal 36 ayat (1) dan (3) Permendagri No 37 tahun 2019 yang hanya bertugas:
a. menentukan jadwal waktu pelaksanaan;
b. melakukan Penjaringan Bakal Calon anggota Direksi;
c. membentuk Tim atau menunjuk kmbaga Profesional untuk melakukan UKK;
d. menentukan Formulasi Penilaian UKK;
e. menetapkan hasil penilaian;
f. menetapkan Calon anggota Direksi; dan
g. menindaklanjuti Calon anggota Direksi Terpilih untukdiproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan
Pemerintah.

Kemudian selanjutnya membentuk tim verifikasi Uji Kelayakan dan Kepatutan bagi calon direksi, hasil dari penjaringan tersebut Panitia seleksi menyampaikn hasil tersebut sebagai calon direksi [Pasal 46 (2)] dan kepala Daerah melakukan tahapan seleksi wawancara kepada calon direksi yang ditetapkan oleh Pansel, yang dalam hal ini penentuan Direktur Utama kewenangannya ada di Kepala Daerah yang ujung dari kepala daerah diserahkan kembali kepada KPM dasar jalannya mekanisme tersebut yang diatur dalam pasal 47, 48 dan 49 Permendagri No 37 tahun 2019
Tetapi apa yang terjadi di lapangan? Panitia Seleksi menjelma menjadi lembaga superbody yang melampaui batas kewenangan! Mereka terindikasi kuat melakukan penggiringan posisi direksi sejak awal proses—bahkan sebelum kewenangan itu sampai ke tangan Kepala Daerah dan KPM. Lebih parah lagi, mereka terkesan hendak mengendalikan hasil akhir seolah-olah mereka adalah pemilik tunggal Perumda!

Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur—ini adalah bentuk nyata pembajakan institusional! Perumda yang seharusnya menjadi milik rakyat, dijadikan arena transaksi kepentingan elit. Proses yang seharusnya bersandar pada asas transparansi dan profesionalisme, kini tercemar oleh ambisi dan manipulasi.

Penentuan posisi Direksi dalam pelaksanaan tugasnya haruslah dijalankan secara kolektif dan fungsional oleh internal jajaran direksi bersama Direktur Utama. Bukan digiring sejak awal oleh skenario tersembunyi! Seleksi direksi bukanlah formalitas administratif belaka—ini adalah gerbang utama menuju pengelolaan Perumda yang profesional dan berpihak kepada kepentingan rakyat Kabupaten Garut.

Apakah ini potret baru dari oligarki lokal yang beroperasi di balik meja seleksi?
Apakah kita rela diam ketika demokrasi ekonomi diinjak-injak oleh kekuasaan tersembunyi?

Ingat! Proses seleksi direksi yang melampaui batas adalah bentuk nyata perusakan sistem tata kelola yang akuntabel. Ketika Panitia Seleksi tampil sebagai aktor dominan, maka runtuhlah transparansi, hilanglah akuntabilitas, dan yang tersisa hanyalah keputusan-keputusan penuh kepentingan.

Kita tidak boleh diam! Kita tidak boleh takut!
Saatnya rakyat bersuara untuk menyelamatkan Perumda dari cengkeraman kepentingan sempit!