Oleh : Ari Muhammad Syafari (Kader HMI Cabang Kabupaten Bandung)
PASUNDANNEWS.COM – Berawal dari jurnal yang saya tulis pada 2017 silam, yang berjudul “Restorasi Kader Himpunan Mahasiswa Islam Dalam Konteks Kekinian”. Abtsrak dari jurnal tersebut mengatakan “Dalam proses pendewasaan dan pemaknaan atas eksistensi organisasi, kiranya perlu dan harus ada waktu bagi kita untuk dapat melihat, merenung, mengamati situasi di organisasi. Dari mulai asal muasal kehadiran, riwayat perjalanan, berikut merenungi kembali arah dan orientasi organisasi dalam menghadapi persoalan-persoalan kontemporer yang tengah berlangsung. Lazimnya untuk meningkatkan kinerja dari organisasi. Organisasi harus merestorasi seluruh aspek melalui perenungan serta mengamatannya. Dengan demikian diharapkan dapat dijadikan dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas organisasi secara berkesinambungan, membangkitkan kreatifitas, inovasi baru dan memberikan kesadaran serta menumbuhkan semangat untuk lebih bergiat dalam pelaksanaan tugas-tugas keorganisasian dimana sekarang dan masa yang akan datang.”
Hal itu pula yang menjadi kekhawatiran saya dalam ber-HMI, semakin saya memasuki dan mendalami tubuh himpunan, saya selalu berusaha membaca dan membuat sebuah diskursus arketipe terhadap himpunan melalui naskah-naskah tentang HMI. Hal ini-lah yang membuat saya berpikir serta merenungi akan sejauhmana himpunan selama hampir 73 berkiprah pada tahun 2020 menjadi organisasi kemahasiswaan islam terbesar dan tertua.
Pertanyaan saya ajukan!
Bagi kader yang jumud (tidak aktif) akan berproses pada himpunan “Apakah salah ketika kader HMI mengkritisi tubuh HMI?”
Ini menjadi sebuah diskursus “ide”, ketika kader HMI tidak mau mengkritisi tubuh HMI itu sendiri. Pertanyaan yang kembali saya ajukan “Mengapa kader HMI tidak mau mengkritisi himpunan?”, “Apakah kawan-kawan kader ketika mengikuti Latihan Kader 1 (Basic Training), di tuntut untuk kritis?”
Pertanyaan-pertanyaan itu yang harus dimunculkan oleh kader HMI terhadap tubuh HMI sendiri. Bagi saya HMI bukan organisasi anti kritik dan bahkan bukan organisasi yang tidak mau untuk dikritisi. Para instruktur-instruktur HMI sering berkata “Kita harus membela kebenaran!” Pertanyaan lagi buat kita “Kebenaran yang seperti apa yang harus kader himpunan bela?”
Sungguh miris ketika Intelectual Consciense para kader HMI dikerdilkan begitu saja, oleh orang-orang himpunan yang tidak memperbolehkan mengkritisi HMI. Apakah sadar atau pernah membaca buku dari Agussalim Sitompul yang berjudul 44 Indikator Kemunduran HMI, yang dimana salah satu indikator poin ke tiga puluh tiga (33) mengatakan “Daya kritis aktivis HMI menurun”. Apakah bukan cambukan buat kita selaku kader HMI yang menginginkan dalam diri kita untuk menjadi Muslim-Intelektual-Profesional atau Muslim-Intelegensia?
Sungguh Khawatir!
Kekhawatiran ini akan selalu saya sampaikan baik kepada kader HMI sebagai individu maupun HMI secara lembaga, karena bagaimanapun tafsir pada pasal 6 AD HMI tentang sifat HMI bahwa bersifat independen. Disana tertera ada tafsir indenpensi etis dan organisatoris. Bagi saya bukan hanya sekedar memahami dalam konsteks eksternal himpunan saja, namun pada tafsir pasal itu harus kepada internal himpunan.
Seyogyanya HMI, bukan hanya terbuai pada romantisme sejarah pada masa lampau. Harus ada pembaharuan-pembaharuan pada formulasi pada tubuh himpunan. Karena perkembaran peradaban akan selalu dinamis, kader himpunan harus siap dalam kondisi apapun serta harus mempelopori kemajuan peradaban.
Back to Basic!
Narasi yang disampaikan ini bukan hanya sekedar fantasi belaka ketika kawan-kawan membaca teks demi teks ini. Kawan-kawan himpunan, harus menjadikan ruang berproses yang progres ketika masih menjadi kader HMI, ketika di struktural HMI bahkan masih menjadi partisipan HMI.
Refleksi dan evalusi yang tentunya menjadi sebuah harapan besar ketika kader himpunan masih ada pada khittah perjuangan. Spirit Nilai-nilai Dasar Perjuangan harus melembaga pada diri seorang kader, sehingga kader bisa menggunakan ruang berproses pada himpunan secara maksimal nan utuh.
Katakan tidak untuk Political Oriented!
Acapkali, yang membuat saya geram dimana tradisi intelektualisme di HMI selalu dihadapkan dengan political oriented (Orientasi politik). Secara pemaknaan Intelektualisme dinilai sebagai anak kandung idealisme, sementara political oriented (Orientasi politik) dinilai sebagai bentuk telanjang dari pragmatisme. Cara pandang dikotomis seperti ini yang saya memandang tidak selalu tepat dan menguntungkan.
Efek yang kurang baik adalah implikasi jangka panjangnya, dimana wilayah politik dijauhkan dengan warna, tradisi dan komitmen intelektual. Inilah yang menjadi faktor penyebab mengapa kehidupan politik masing kering dari warna dan pengaruh intelektual. Pandangan ini yang menjadi sebuah diskusus yang harus dikritisi oleh kader himpunan.
Secara tidak langsung arah intelektualisme yang dikembangkan di HMI justru bertugas untuk mendamaikan wilayah akademis-intelektual dengan wilayah perjuangan politik praktis. Keduanya bukan saja harus direlasikan secara positif, tetapi bahkan wilayah perjuangan politik layak ditempatkan sebagai (bagian) kelanjutan proses pematangan intelektual di HMI, termasuk organisasi-organisasi mahasiswa yang lain.
Dalam kaitan itu, yang harus dikembangkan dalam rangka memajukan intelektualisme HMI bukanlah an-orientasi kearah politik, melainkan kemampuan untuk menjaga independensi, ‘bersaba’ dan mencari waktu yang tepat untuk berkiprah di jalur perjuangan politik, setelah menjadi alumni. Justru intelektualisme kemudian menjadi salah satu modal berharga bagi para alumni HMI yang berkiprah di dunia politik, disamping kemahiran berorganisasi dan keterampilan komunikasi sosial.
Dualisme PB HMI
Gejolak politik pada 2019 kelak berefek kepada intervensi pada tubuh PB HMI, kita tahu dalam tubuh PB HMI itu terjadi dualisme yang tak berkesudahan. Konflik tersebut tentunya akan berimbas pada kemajuan pada basis kaderisasi di Komisariat, Korkom, Cabang hingga Badko.
Sebagai kader HMI tentunya harus terus memantau keberjalanan PB HMI hari ini. Saya sampaikan pada kedua kubu PB HMI melalui tulisan ini “Ketika dualisme ini sampai berkepanjangan, kalian adalah pelacur organisasi”. Menyongsong 73 Milad HMI, tentunya organisasi ini masih perlu akan refleksi, evaluasi dan proyeksi. Mudah-mudahan konflik yang terjadi bisa teratasi pada tahun 2020 ini.
Oleh karena itu, maka HMI jangan sampai berlabelkan organisasi tertua yang menua pada gerakannya. Sudah saatnya himpunan harus me-rekonstruksi, restorasi dan revilatasi. Pembaharuan akan gagasan ritme orkestra pembaharuan harus dimunculkan pada era disrupsi ini. Jangan sampai gerakan semua lini himpunan menjadi mundur kebelakang. Kalau masih statis dalam gerakan serta para kader hanya KRITIK HMI! untuk kemajuan!! oriented.
BUBARKAN SAJA!!!