Kepala KPSBU Lembang, Dedi Setiadi (topi hijau) melihat langsung instalasi pengomposan Sektor 22 Citarum Harum

PASUNDANNEWS.COM, KBB — Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang harapkan pemerintah menerbitkan regulasi penggunaan bahan organik untuk bidang pertanian. Sebab, sejauh ini baik Sektor 22 Citarum Harum, Pemerintahan Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung Barat, maupun KPSBU Lembang sendiri telah melakukan berbagai upaya meminimalisir pencemaran lingkungan dari hulu Sungai Citarum yang diakibatkan limbah kotoran hewan (kohe) yang berasal dari peternakan sapi perah.

Dikatakan Kepala KPSBU Lembang, Dedi Setiadi, persoalan di hilir Sungai Citarum merupakan persoalan juga bagi peternak sapi perah di hulu Sungai Citarum. Sehingga baik Sektor 22 Citarum Harum, Pemda KBB, dan juga KPSBU Lembang tergerak melaksanakan program pemulihan Sungai Citarum yang sempat dipredikatkan sebagai sungai terkotor di dunia.

“Kami lakukan seperti membangun peternakan cacing, digester biogas, pemupukan untuk pertanian, rumput, dan yang lain-lain yang semuanya merupakan kerjasama,” katanya saat ditemui di instalasi pengomposan Sektor 22, Gudangkahuripan Lembang, Minggu (31/03).

Diakui Dedi, upaya yang dilakukan KPSBU Lembang, Pemda KBB, dan juga Sektor 22 Citarum Harum merupakan langkah penanganan dalam skala kecil sehingga tentunya memerlukan adanya kolaborasi dari pemerintah pusat.

“Sudah ada nih model-modelnya jadi tinggal bagaimana nanti dalam skala yang lebih besar dilakukan oleh pemerintah pusat karena bagaimana pun masyarakat ini juga kan tanggung jawab pemerintah,” ucapnya.

Selaku upaya percepatan pemulihan Sungai Citarum, dia membeberkan, sekuat tenaga bersama Sektor 22 akan terus berupaya namun sampai saat ini hasilnya belum terlalu signifikan.

“Dukungan ‘all-out’ dari pemerintah sangat minim karena kami sebagai ‘user’ dalam program ini,” bebernya.

Dia memaparkan, pemerintah seharusnya membuat regulasi untuk perkebunan teh, perkebunan karet, dan juga perkebunan kina minimal 30 persen menggunakan pupuk organik dari hasil pengomposan limbah kohe.

“Menurut saya ini ‘win win solution’, harganya lebih murah kemudian ini mengembalikan pada unsur hara tanah yang lebih bagus,” ungkapnya.

Tidak hanya untuk perkebunan milik pemerintah, dia mengharapkan, regulasi penggunaan pupuk kompos pun diberlakukan untuk para petani.

“Kami harapkan dari pemerintah, bagaimana petani ini diwajibkan menggunakan pupuk organik 30 persen saja, jangan semuanya, 30 persen saja, saya kira ini akan menyelesaikan persoalan yang ada di Lembang,” ujarnya.

Disampaikan Dedi, di Kecamatan Lembang banyak petani yang memilih menggunakan pupuk dari kotoran ayam ketimbang kotoran sapi meskipun mengetahui kotoran sapi jauh lebih baik untuk keperluan pertanian.

“Kenapa mereka tidak mau menggunakannya (kohe sapi) karena berat dan basah, saya kira kalau sudah diproses seperti ini kan tidak ada alasan lagi,” tandasnya. (AL)

Artikulli paraprakUpayakan Citarum Harum, Sektor 22 dari Hulu Sungai Sampai Lahan Kritis KBU
Artikulli tjetërHari Pertama UNBK Serentak, SMA IT Darul Ulum Berjalan Lancar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini