Pasundannews – Gerakan Indonesia Optimis yang di ketuai oleh Ngasiman Djoyonegoro bekerjasama dengan Lembaga Kajian Nawacita yang di pimpin oleh Bapak Ir. Samsul Hadi gelar Webinar dengan tema “Papua Kita; Outlook Pembangunan Papua Pasca Ditetapkan Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua”.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan RUU tentang Perubahan Kedua. Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Otsus Papua) menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna di Jakarta.
Setidaknya ada 20 poin perubahan pada revisi UU Otsus Papua, yang terdiri dari perubahan pada 18 pasal dan penambahan dua pasal baru. Dengan di sahkannya UU OTSUS Jilid Dua di harapkan mampu mengakomodir Orang Asli Papua (OAP) dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan. Kemudian perekonomian, serta memberi dukungan bagi masyarakat adat.
Dalam sambutannya Ketua Gerakan Indonesia Optimis Ngasiman Djoyonegoro menyampaikan bahwa di tetapkannya UU OTSUS Papua jilid dua merupakan bagian dari komitmen pemerintah pusat dalam membangun Papua. Dengan di sahkannya Otsus Jilid dua yang ada aspek-aspek sosio kultural papua. Ngasiman Otimis bahwa pembangunan Papua kedepan akan lebih baik. Roadmap Pembangunan Papua merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Grand Design Pembangunan Indonesia dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Webinar tersebut juga di hadiri oleh Kepala Badan Intelejen dan Keamanan POLRI Komjen. Pol. Drs. Paulus Waterpauw yang menjadi keynote speaker dalam acara tersebut.
Turut hadir dan memberikan pengantar dalam acara tersebut Bapak Heru Widodo, Anggota DPR RI dari PKB yang menjadi anggota Panitia Kerja penyusuna UU OTSUS Jilid dua. Webinar Papua Kita di hadiri narasumber Dr Toni Wanggai Anggota Majelis Rakyat Papua sekaligus ketua PWNU Papua. Kemudian Dr. Margareta Hanita Akademisi Universitas Indonesia, Pdt.Fredy.H.Toam, S.Th.M.Si. (Tokoh Masyarakat Papua) dan Ridha Saleh Aktivis HAM dan Lingkungan.
Acara yang di pandu oleh Faiz Zawahir Muntaha tersebut juga di hadiri oleh para penanggap yang sangat kompeten di antaranya: Laksamana Muda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto, S.T., M.H., Letjen (purn) Ediwan Prabowo, Dr. H. Idrus Alhamid, S.Ag., M.Si. dan pakar kebijakan publik Dr. Riant Nugroho.
Menurut Komjen. Pol. Paulus Waterpau dengan di tetapkannya UU No. 2 Tahun 2021 adalah kado indah untuk papua di momentum kemerdekaan Indonesia.
“Perubahan-perubahan yang ada dalam UU OTSUS jilid dua telah mempertimbangkan keadilan dan perlindungan hak politik orang papua. Dengan demikian Otsus jilid dua akan membawa dampak positif terhadap pembangunan papua, peningkatan kesejahteraan masyarakat papua serta keamanan dan ketahanan nasional,” tuturnya.
Dalam acara tersebut Kabaintelkam juga mengajak untuk sama-sama memerangi pandemi covid-19 dan mensukseskan PON Papua.
Sementara menurut Heru Widodo bahwa UU Otsus yang baru ini menumbuhkan harapan dan optimism dari masyarakat papua. Bahwa dengan adanya UU Otsus yang baru ini di harapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua.
Tak hanya itu, Anggota DPR RI dari partai PKB ini juga menyampaikan bahwa UU OTSUS jilid dua juga merupakan cerminan dari tujuan pemerintah Indonesia dalam upaya memajukan dan mensejaterakan masyarakat Papua.
“UU Otsus Papua adalah peluang bagi pemerintah dan masyarakat papua untuk melakukan percepatan pembangunan papua, baik percepatan pembangunan sumbder daya manusia ataupun percepatan pembangunan fisik dan infrastruktur,” Pungkas Heru Widodo.
Papua Pintu Gerbang Nusantara
Menurut bapak pendeta Fredy. H.Toam, S.Th.M.Si, selama ini ada stereotif bagi wilayah dan orang papua. Stereotif tersebut memandang papua adalah bagian belakang dan terbelakang di Indonesia.
“Harusnya hal ini kita rubah, kita harus memandang bahwa Papua adalah provinsi paling luar biasa yang merupakan pintu gerbang nusantara yang menghadap langsung ke pasifik. Selain dari itu, Bapak Pendeta Fredi Toam juga mengingatkan kepada orang-orang papua supaya tidak boleh melupakan kehadiran orang luar papua yang sudah menjadi bagian dari papua,” jelasnya.
Menurut Pendeta Fredi Toam penetapan otsus papua jilid dua adalah anugerah tuhan, karena dengan adanya hak otonom kepada daerah menjadikan orang papua memiliki hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya, sehingga pembangunan papua bisa sesuai dengan cita-cita dan keinginan orang papua.
Pendeta Fredi Toam mengajak kepada masyarakat Papua untuk bersama-sama membangun masyarakat papua yang harmoni, semua hidup dalam kerukunan dan perdamaian.
“Terimakasih kepada para perancang otsus jilid dua karena sudah ada kebijakan yang melindungi hak politik orang asli papua. Hal itu sebagai bentuk afirmatif action untuk masyarakat papua,” jelasnya.
Sementara Dr. Margaretha Hanita berpendapat bahwa Afirmatif action dalam iklim politik papua adalah hal yang sangat di pertimbangkan. Sehingga aspek adat, agama dan hak azasi manusia adalah faktor yang menjadi pertimbangan utama dalam dalam menyusun UU Otsus Papua.
“Otonomi Khusus merupakan bentuk akomodasi politik identitas di negara yang multicultural seperti di Indonesia khususnya di Papau,” katanya.
Hanita menyampaikan pesan yang di terimanya ketika melakukan penelitian di Papua dari para tokoh dan narasumber yang dia wawancarai bahwa “Sangat mudah bagi orang papua untuk menjadi bagian dari Indonesia, tapi maukah orang Indonesia menjadi papua?,” ucapnya
Oleh sebab itu, Hanita mengajak kepada para peserta yang hadir untuk menjadikan Papua menjadi bagian dari diri setiap orang, karena Papua adalah kita.
Sedangkan Dr. Tony Wanggai Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama {PWNU} Provinsi Papua sekaligus anggota Majelis Rakyat Papua berpendapat. Dengan di ahkannya UU OTSUS Papua jilid dua menjadikan Orang Asli Papua (OAP) dari setiap Wilayah Adat akan semakin terwakili dalam proses politik lokal di Daerah (DPR Kab/Kota).
“Dengan adanya dana Otsus semakin tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan OAP,” jelasnya.
Dr. Toni Wanggai juga berpendapat bahwa dengan adanya Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua sebagai sebuah peta jalan (road map) dari wajah Papua 20 tahun ke depan menjadikan pembangunan papua akan semakin terkordinasi dan terarah.
Selanjutnya, Penataan Daerah (pemekaran Provinsi) di Papua akan mendorong pemerataan pembangunan. Sehingga tidak Jayapurasentris, namun menjadi Papua-sentris yang merata. Dalam proses pemakaran wilayah administrasi pemerintahan harus juga mempertimbangkan aspek kearifan lokal dan wilayah adat yang ada di Papua.
Permasalahan HAM di Papua
Dalam acara webinar tersebut, Bapak Ridha Saleh atau yang akrab di panggil Edang memberikan catatan dan pandangan dari perspektif HAM dan Lingkungan.
“Dari kacamata HAM, di Papua terdapat permasalahan HAM masa lalu, Permasalahan HAM masa sekarang dan permasalahan masa depan. Apakah OTSUS Jilid dua bisa mengcover permasalahan itu?.” tuturnya.
Tak hanya itu, Ridha juga mengingatkan bahwa pembangunan di provinsi Papua harus mempertimbangkan aspek HAM dan lingkungan.
“Jangan hanya mempertimbangan aspek ekonomi dan dari sudut pandang investor saja. Karena Orang papua selalu bersatu dan sangat tergantung dengan alamnya,” tandasnya.
Sedangkan menururt Dr. Idrus Alhamid, Rektor IAIN Papua juga menambahkan bahwa pembangunan di papua akan di angggap gagal kalo hanya menggunakan pendekatan ekonomi saja.
“Oleh sebab itu, pembangunan di papua juga harus mempertimbangkan pendekatan budaya serta melibatkan kalangan akademik dan adat,” ujarnya.
Menurutnya, pembangunan papua juga harus mempertimbangkan pendekatan agama. Kesejahteraan para pemuka agama juga harus di pertimbangkan.
“Contohnya para pendeta yang ada di papua melakukan pembinaan dan pelayanan ke daerah-daerah tidak hanya melakukan pelayanan keagamaan. Melainkan juga melakukan pembinaan terhadap komitmen kebangsaan,” tandasnya.