PASUNDANNEWS.COM, BANDUNG – Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna melaksanakan kegiatan pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Program ini dalam bahasa rehabilitasi sosial merupakan sosial care dan family support.
Kepala BRSPDSN, Sudarsono mengatakan proses rehabilitasi sosial pada ujungnya bagaimana Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (PDSN) kembali pada keluarga dan masyarakat. Dalam prosesnya, balai melakukan berbagai terapi (fisik, mental-spiritual maupun psikososial), salah satu terapi pentingnya adalah terapi penghidupan.
“Kami melakukan pelatihan vokasi supaya mereka (PDSN) bisa hidup dengan keterampilan yang dimiliki. Selanjutnya, bagian keluarga dan masyarakat untuk memberikan support pada mereka,” ucap Sudarsono saat ditemui di kantornya, Bandung, Rabu (18/12/2019).
Sudarsono menuturkan, ada dua vokasi yang diberikan Wyata Guna untuk semester 2, yaitu Masage dan Barista. Untuk angkatan kedua, Barista ada tujuh orang dan masage ada delapan orang.
“Harapan kami selanjutnya, mereka punya jiwa wirausaha (entrepreneur) setelah selesai dari Wyata Guna. Skill yang sudah didapatkan bisa dikembangkan karena tantangan ini akan membawa mereka untuk kemajuan berikutnya,” tuturnya.
Saat ini Wyata Guna sudah punya fasilitas penunjang untuk praktek yaitu cafe dan tempat masage. sehingga PDSN mempunyai pengalaman dan siap untuk terjun langsung mempraktekan keterampilannya untuk berwirausaha.
“Kita juga menyiapkan keluarganya agar memberikan dukungan karena kalau keluarga tidak mendukung susah juga. Kementerian Sosial punya kerja sama dengan Kementerian Perindustrian yang mencoba melatih para disabilitas untuk bisa memasuki dunia industri karena pelatihan di Kementerian Perindustrian itu, dia dilatih, disertifikasi, sampai penempatan,” tambah Sudarsono.
Sudarsono mengakui, kendala yang selalu muncul adalah kurangnya support keluarga dan masyarakat. Akhirnya pelatihan yang sudah diberikan dan keahlian yang didapatkan sia-sia karena tidak dimanfaatkan untuk masuk ke dunia kerja. Sehingga PDSN tidak punya kemandirian dan rasa percaya diri.
“Kita tidak ingin ada kehidupan yang ekslusif, semua harus memahami, semua harus mengerti dan sebaliknya. Begitu pun juga bagi penyandang disabilitasnya, dia harus punya semangat, punya mental entrepreneurship yang kuat, sehingga tidak boleh dikasihani, tetapi diberikan ruang yang cukup untuk bisa tumbuh kembang. Kalau ada ruang yang cukup, saya kira semua orang bisa tumbuh dan berkembang, termasuk disabilitas. Itu esensinya kenapa kita panggil keluarganya, kita berikan masyarakat sosialisasi, pemahaman untuk dukungan dan perawatan selanjutnya setelah proses-proses yang kami lakukan,” jelasnya. (Pasundannews/Admin)