Ketua Budget Watchers Cepi Antirasuah (foto istimewa)

KBB, PASUNDANNEWS – Isu defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bandung Barat (KBB) 2021 yang mencapai Rp.1triliun mendapat perhatian dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Budget Watchers.

Ketua Budget Watchers Cepi Antirasuah menilai defisit anggaran merupakan hal yang lumrah dan wajar terjadi, terlebih hal tersebut baru merupakan proyeksi dari dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Pengeluaran Anggaran (KUA PPAS) yang disampaikan Pemda KBB kepada pihak legislatif (Badan Anggaran).

Cepi menjelaskan, dalam penyusunan APBD, Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah mengatakan APBD adalah rencana keuangan daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah secara tahunan melalui pembahasan serta persetujuan antara DPRD dan pemerintah daerah yang disahkan dalam bentuk peraturan daerah. Untuk mendukung penyusuan APBD tersebut pemerintah pusat telah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor: 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang menguraikan jadwal penyusuan APBD.

“Intinya jangan bermain-main dan permainkan (anggaran), karunya rakyat,” tegas Cepi kepada Pasundan News, Selasa (22/9) di Kantor Sekretariat Budget Watchers Kertajaya Padalarang.

Cepi pun meyakini alasan Pemda KBB lebih mengandalkan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya untuk menambal kekurangan, karena ia menilai pasti akan banyak SILPA yang terjadi akibat penundaan program kegiatan akibat pandemi Covid-19.

“Salah satu contohnya anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp.224 milyar, pasti akan banyak terjadi SILPA karena melihat penyerapannya yang masih menggantung, dimana dari Rp.121 milyar yang dianggarkan untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), baru Rp.19,5 milyar yang terserap menandakan akan banyaknya SILPA dan dikembalikan ke kas daerah untuk dipergunakan pembangunan tahun berikutnya,” paparnya.

Lebih lanjut Cepi memberikan pandangannya, sebagai salah satu solusi konkrit untuk mengatasi defisit anggaran yakni dengan memangkas anggaran belanja barang dan jasa yang bersifat pemborosan (mubadzir), seperti belanja jasa konsultan pengawasan pada kegiatan konstruksi yang dipandang belum optimal akibat lemahnya kontrol dari birokrasi terkait.

“Ke depan Pemda KBB harus berani memangkas anggaran yang kurang produktif, seperti merasionalisasi belanja jasa konsultan pengawasan, karena dari penerapannya jasa konsultan hanya dijadikan “bumper” bagi pihak ketiga dalam urusan administratif untuk kepentingan pencairan semata,” terang Cepi.

“KUA PPAS 2021 tersebut, masih dalam tahap pengajuan, belum disinkronisasi, dan ketuk palu (pengesahan), jadi tak perlu dibesar-besarkan, sama halnya di 2020, defisit KBB Rp 554 milyar akan tetapi tertutup oleh bantuan provinsi sebesar Rp.284 milyar, dana bos Rp.175 milyar dan DBHCHT Rp,34 milyar, sehingga akhirnya defisit hanya diangka 3%, insyaallah KBB Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kembali,” tegas Cepi.

Oleh karenanya ia menginginkan komitmen bersama antara semua pihak, baik eksekutif dan legislatif untuk melakukan yang terbaik dalam pengelolaan keuangan daerah yang diawali dari tahap penyusunan anggaran. (Boim)