foto; Istimewa

Oleh: Ripal Rinaldi (Kandidat Ketua Umum HMI Cabang Sukabumi 2020-2021)

PASUNDANNEWS.COM, – Sebagai sebuah organisasi kepemudaan islam, HMI memiliki sejarah panjang dimana lahir dari ide besar tentang bagaimana membuat masyarakat islam yang cenderung terbelakang padahal masih terngiangnya romantisme keemasan islam dimasa lalu, mampu membuat kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi menuju masyarakat islam yang kuat, baik dalam segi keilmuan maupun segi materil.

Oleh karena dalam kehidupan bermasyarakat segala sesuatunya saling mempengaruhi, antara manusia yang satu mempengaruhi manusia yang lain, serta sebaliknya, begitu pula dengan kebudayaan. Sehingga ketika itu (hingga kini) bisa dibilang seringkali muncul ungkapan-ungkapan seperti ‘Dahulu islam memiliki ahli matematika yang namanya diabadikan dalam persamaan matematika’, ataupun ungkapan ‘Islam adalah agama yang menyumbangkan dan penghantar pikiran-pikiran yang saat ini banyak digunakan’. Semua itu hanyalah sebatas oral romantisme bukan tindakan eksperimentasi dari hasil buah pikir masa lalu yang memang sudah ada untuk dikembangkan mengikuti perkembangan kemajuan zaman. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak kemudian menjadikan Islam besar dan kuat dalam segi kualitas, selain hanya sebatas kuantitas untuk dapat memengaruhi alam pikir masyarakat yang lain.

Begitulah sedikit dari apa yang menjadi latar belakang berdirinya HMI yang diinisiasi oleh Pahlawan Nasional Lafran Pane pada tanggal 5 Februari 1947. Sehingga HMI ini muncul bukanlah sekedar dari hasrat politik untuk mengumpulkan massa pemuda islam, akan tetapi HMI muncul karena kegelisahan atas kondisi yang terjadi saat itu.

Dalam perjalanannya, HMI mencoba untuk merealisasikan formulasi dari apa yang menjadi kegundahannya. Perubahan tujuan HMI pun berkali-kali dilakukan guna menyesuaikan dengan kondisi zaman, sehingga kini ini tujuan HMI adalah ‘Terbina nya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di-ridhoi Allah Subhanahu wata’ala’.

Tujuan ini bukanlah sekedar isapan jempol belaka, ini adalah tujuan paling realistis untuk dapat merubah keadaan masyarakat yang terbelakang menuju masyarakat yang berkemajuan dan kuat serta berkualitas. Dengan yang dibangun pertama kali adalah ranah intelektual, sehingga berpengetahuan luas dan juga terbuka, namun juga disertai nafas keislaman yang kuat. Jika menggunakan bahasa Habibie, bahwa ‘Orang-orang Islam harus menyelaraskan antara IMTAQ (iman dan taqwa) serta IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi)’.

Beriman serta dibarengi dengan keilmuan inilah yang kemudian akan menghasilkan amal yang bermanfaat untuk kemajuan Islam. Begitulah kesimpulan dari NDP yang ditulis oleh pemikir pembaharu Islam yang juga dilahirkan dan dibesarkan dari rahim HMI, yaitu Nurcholis Madjid.

Nurcholis Madjid adalah contoh yang mendekati sempurna yang diinginkan dari lahirnya HMI diawal-awal kemerdekaan itu. Sudah banyak tokoh-tokoh yang lahir dari rahim HMI, ada yang kedunia profesional, birokrat maupun menjadi politisi. Tidak perlulah saya sebutkan satu persatu kader-kader yang dibesarkan di HMI ini.

Namun perlu pula HMI mengevaluasi diri, agar tidak menjadi sebuah organisasi tua yang tidak memiliki pikiran maju seiring dengan kemajuan zaman. Khumaidi Syarif Romas atau biasa dipanggil bang Hum Ketua Umum PB HMI Periode 1976-1978 pernah mengutarakan kegelisahannya. Bahwa di HMI yang masih kurang adalah pengabdiannya. Selama ini, yang terjadi yaitu kalau tidak terkait dengan kekuasaan pastilah semata hanya kepentingan, begitulah memang adanya.

Hari ini, HMI seringkali muncul dan dimunculkan pada persoalan-persoalan politik, entah politik diinternal maupun dieksternal HMI itu sendiri. Sehingga Abdurrahman Wahid beranekdot ‘Bedanya HMI dengan PMII itu kalau HMI melakukan segala cara untuk mendapatkan sesuatu sedang PMII tidak tau caranya’. Itulah realitas keadaan HMI hari ini. Seberapa banyak penderitaan rakyat yang terjadi, namun HMI seringkali kehilangan momen untuk menyuarakan suara penderitaan ini. HMI yang digadang-gadang sebagai organisasi yang memiliki napas pembaharuan justru sebaliknya seringkali terlihat terbelakang.

Wacana-wacana tentang pertemuan antara Islam dan Indonesia misalnya, yang akhir-akhir ini seringkali menyeruak, HMI terkesan hanya berdiam diri. Pengembalikan semangat keislaman dan keindonesiaan inilah yang harusnya kembali menjadi wacana baru dalam tubuh HMI.

Dengan jumlah kader lebih dari 300.000 dengan cabang yang hampir ada disetiap kota maupun kabupaten se-Indonesia bahkan ada pula cabang istimewa yang dibentuk karena berada di luar negeri. Harusnya HMI menjadi wadah dimana tempat pikiran-pikiran kebaruan muncul kembali.

HMI Cabang Sukabumi sebagai salah satu dari cabang HMI yang ada di Indonesia harusnya mampu menjadi ‘lokomotif’ bahkan tempat awal dimana arah kebaruan ini dimulai. Karena di Cabang Sukabumi ini sebelumnya pernah juga dilaksanakan kemah perkaderan secara nasional.

Dilihat secara letak geografis, Sukabumi tidaklah jauh dari pusat ibu kota negara. Sehingga tidaklah sulit untuk HMI Cabang Sukabumi menyuarakan pikiran-pikiran kebaruan dari tubuh HMI untuk ditelurkan sehingga sampai dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Ruang lingkup se-Kota dan se-Kabupaten, dengan jumlah penduduk sekitar 2,7 juta lebih tentulah bukan jumlah penduduk yang sedikit. Namun dari banyaknya jumlah penduduk, HMI punya sebaran kader yang cukup merata disetiap kecamatan yang ada, akan tetapi dampak dari HMI Cabang Sukabumi ini belumlah terasa. Inilah yang menjadi PR besar bagi kader maupun yang pernah dikader dirahim perkaderan HMI ini. Sehingga aspek pengabdian dalam tujuan HMI haruslah dirampungkan, guna nilai kemanfaatan HMI di Sukabumi lebih terasa secara lahir maupun bathin.

(Pasundannews/Prawira)