Oleh : Paisal Anwari S.H., M.H (Wasekbid PAO, HMI Badko Jawa Barat)
PASUNDANNEWS.COM, CIANJUR – Memperingati Milad Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ke-73, harus melakukan evaluasi atau sebuah refleksi dalam menjawab sebuah problematika yang ada, baik dinamika yang telah terlewati pada Zaman Orde lama, Orde baru , Reformasi bahkan tantangan era milenial.
Berbagai fase dan tantangan yang dilewati kader HMI dari masa ke masa, baik dari masa kebangkitan atau dari fase Konsolidasi Spritual hingga fase saat ini. Hal tersebut dilakukan agar HMI mampu melewati berbagai tantangan dan terus mencetak kader-kader yang berkualitas, baik yang mapan secara politik maupun ideologis.
Dalam memperingati Milad HMI yang ke-73 ini tentu banyak yang harus kita evaluasi untuk menjawab problematika yang ada, dengan segala sesuatu perjalanan HMI yang sudah terlewati dalam segala zamannya. Baik dinamika yang telah terlewati pada Zaman Orde lama, Orde baru, Reformasi bahkan tantangan era milenial hari ini.
Seiring waktu berjalan, kritik serta aspirasi dalam membangun HMI selalu pasti ada, Salah satu Sejarahwan HMI yaitu Prof. DR. H. Agussalim Sitompul menuliskan sebuah kritik bagi HMI dalam sebuah buku yang berjudul ”44 Indikator Kemunduran HMI” beberapa diantaranya adalah :
1. Menurunnya sikap kritis, aktif dan progresif, hingga menjadi pasif, Bagaimana tidak, jika HMI saat ini sering turun aksi hanya untuk mempertahankan eksistensi tanpa ada sikap kritis mendasar kepada pemerintah dan pihak terkait yang didukung dengan kajian komperhensif dan objektif.
2. Perpecahan dalam tubuh HMI, munculnya HMI MPO, Perpecahan internal pada tahun 80an menjadi awal rapuhnya internal organisasi HMI.
3. Praktek keagamaan lebih condong ke kognitif (pengetahuan) daripada afektif (sikap).
4. Tidak bisa melakukan pembaharuan di bidang perkaderan Pola perkaderan yang ada saat ini adalah ”warisan” dari para pendahulu HMI di era 80an sebelum perpecahan terjadi.
5. Independensi kader yang mulai tereduksi dan condong ke partisan, Tidak sedikit kader yang mulai tidak independen dan condong mendukung salah satu kekuatan politik.
6. Tidak lagi menjadi organisasi prestisius sarat prestasi Dengan berkembangnya organisasi-organisasi kemahasiswaan lainnya, maka HMI dihadapkan pada persaingan untuk menggaet kader dari mahasiswa-mahasiswa di universitas.
7. Kehilangan peran dan eksistensi di mata masyarakat Sebegitu seringnya HMI sibuk dengan urusan ”dalam negeri”nya sendiri, sehingga menyedot banyak energi dan perhatian kadernya.
8. Perilaku buruk beberapa kader dan alumni HMI memperburuk citra HMI.
HMI saat ini memasuki Era Globalisasi dengan perkembangan-perkembangan yang semakin berkembang dari hari kehari. Jika melihat fenomena ini patutlah berfikir bahwa Perjuangan Kader HMI dalam memperjuangkan kebenaran saat ini bukan lagi melalui Senjata pada masa awal kemerdekaan ataupun hanya terpaku pada gerakan-gerakan demonstratif yang digaungkan pada masa lampau. Maka melalui evaluasi dan refeksi untuk menjawab problematika atau suatu permasalahan, diitulislah Nalar HMI, Nalar perubahan Sosial.
Nalar yang dimaksudkan disini adalah suatu kesadaran dalam setiap melangkah dan beraktivitas, apalagi berbicara Nalar HMI, yakni nalar yang memang menunjukan untuk selalu dan terus mengumandangkan perubahan sosial. Perubahan sosial dimaknai adalah perubahan yang memang terasa bukan untuk suatu person saja akan tetapi lebih kepada nilai komunal (Masyarakat itu sendiri).
Perlu adanya solusi yang mampu untuk menguraikan permasalahan yang bersifat majemuk, berikut suatu paparan gagasan HMI dalam ranah perubahan sosial untuk umat dan bangsa:
1. Menjadi Himpunan yang selalu mengedepankan semangat Ke-Islaman dan Ke-Indonesia-an.
2. Selalu tanggap dalam persoalan HAM, Ketidak adilan Hukum, Ekonomi, dan bahkan Persoalan Pluralitas kemajemukan bangsa serta melindungi minoritas dalam bingkai Ke-bhinekaan negeri kita ini.
3. Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UU 1945
4. Hmi harus turun ke masyarakat.