(foto: Istimewa)

Oleh: Muhammad Zeinny H.S *)

PasundanNews.Com – Kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga Sabtu (25/4/2020) bertambah sebanyak 396. Dengan demikian, jumlah total kasus pasien yang terjangkit virus corona di Tanah Air kini mencapai 8.607 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 720 pasien meninggal dunia. Sementara itu, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh bertambah 40 orang dibandingkan 24 jam sebelumnya sehingga total menjadi 1.042 orang.

Melihat jumlah yang terus bertambah dan Pandemi yang belum pasti kapan berakhirnya, sudah barang tentu pula bahwa hal ini akan sangat berpengaruh kepada kondisi masyarakat dan perekonomian negara pasca pandemi ini. Sektor riil akan menjadi Sektor pertama yang akan kena dampaknya akibat dari covid-19 ini.

Hari ini, pemerintah tak punya kemampuan yang besar untuk menahan laju anjloknya ekonomi. Meskipun ada stimulus fiskal untuk penanganan pandemi Covid-19, Namun tetap Residu dari kebijakan tersebut belum mampu menjadi sebuah anti-tesis dampak ekonomi pasca pandemi ini. Ada beberapa hal yang mesti menjadi sorotan penting pemerintah dalam penanganan dampak Ekonomi pasca Covid-19.

Dentuman Penurunan Daya beli Masyarakat dan Error Efect Pada Insdustri akibat Anjloknya Angka PHK dan Pengangguran

Setidaknya ada empat biaya besar bagi dunia bisnis dan industri yang perlu diperhatikan agar industri tidak cepat kolaps: (1) tenaga kerja, (2) utilitas dan sewa, (3) pajak dan retribusi daerah, dan (4) utang dan bunga pinjaman. Jika Pemerintah enggan mengeluarkan stimulus bagi industri dengan tujuan agar likuiditas pekerja tetap terjaga, seperti Relaksasi PPh21, PPh22, PPh25 dan pembebasan PPN (dalam kurun 6 bulan), pembebasan BPJS, Insentif bagi industri, kelonggaran utang dan bunga kredit.

Maka, dapat dipastikan Akibat dari PHK besar-besaran selama Covid-19 ini dan Kolapsnya beberapa industri akibat Covid-19 akan menurunkan konsumsi rumah tangga yang diperkirakan 3,2 persen hingga 1,2 persen. Lebih dari itu, investasi pun akan merosot tajam, akan merosot ke level satu persen atau terburuk bisa mencapai minus empat persen. Ditambah adanya restriksi kegiatan ekonomi dan sosial yang memengaruhi kemampuan UMKM, yang biasanya resilient, bisa menghadapi kondisi. Tahun 97-98, justru UMKM masih resilience. Sekarang ini, UMKM terpukul paling depan karena ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh seluruh masyarakat

Rupiah Berpotensi Tembus Rp.20.000 per dollar As

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi melemah hingga Rp 20.000 per dolar AS akibat wabah COVID-19. Untuk perkiraan moderatnya berada di kisaran Rp17.500 per dolar AS. Hal ini menjadi bagian dari salah satu skenario asumsi makro 2020 yang seluruhnya mengalami perubahan, seperti pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 2,3 persen hingga minus 0,4 persen. Selain itu, inflasi 5,1 persen serta harga minyak mentah Indonesia yang anjlok menjadi USD 31 per barel.

Pelemahan rupiah akan terjadi karena investor panik sehingga terjadi apa yang disebut pembalikan modal atau capital outflow. Selama periode terjadinya pandemi ini antara Januari dan Maret 2020 telah terjadi capital outflow dalam portofolio investasi Indonesia, yang jumlahnya mencapai Rp167,9 triliun. Capital outflow ini yang kemudian terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia, yang juga menjadi penyebab pelemahan nilai tukar rupiah, didorong oleh kepanikan global akibatnya cepat menyebarnya wabah COVID-19 di berbagai dunia.

Namun bila pemerintah sigap dalam konteks ini, penyediaan dolar harus di lakukan, baik di spot dan juga di domestic non delivery forward maupun pembelian SBN di pasar sekunder, menurunkan suku bunga dua kali sehingga suku bunga BI menjadi 4,5 persen untuk merilis beban dunia usaha. melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan mengintervensi di pasar spot, domestic non delivery forward, maupun pembelian SBN dari pasar sekunder, kemungkinan skenario asusmi makro 2020 akan bisa di reduksi secara perlahan

Skenario ‘Angsa Hitam’

Pandemi Covid-19 dan bauran kebijakan dari dalam dan luar negeri membawa tekanan pada pasar saham. Di Indonesia, IHSG melemah menjadi di bawah level psikologis 6.000.

Sementara itu, bursa saham Amerika Serikat, Wall Street, pada perdagangan 21 April  2020 terkoreksi tajam karena Covid-19. Bahkan, kinerjanya menjadi yang terburuk sejak 1987, Kekhawatiran yang berkepanjangan tentang pandemi virus corona yang sedang berlangsung juga menghasilkan beberapa sentimen negatif.

Tidak heran jika pandemi Covid-19 diibaratkan sebagai angsa hitam bagi ekonomi global. Istilah angsa hitam digunakan Nicholas Taleb untuk menekankan peristiwa langka yang sulit diprediksi dan berpotensi memengaruhi dunia keuangan dan sistem ekonomi global. Fenomena ini meningkatkan kekhawatiran akan pelemahan ekonomi dan mengancam pada resesi ekonomi.  Pasar sensitif terhadap kejadian tak terduga seperti ini. Begitupun dampaknya terhadap nilai tukar. Kejutan angsa hitam pada pasar finansial telah terjadi sebelumnya, seperti krisis finansial Asia 1997, krisis subprime mortgage 2008, dan krisis utang Yunani 2010.

Kemudian, pada awal tahun 2020 optimisme pasar diinterupsi sentimen negatif. Sentimen dari peristiwa pembunuhan Jenderal Iran dan Covid-19 dianggap sebagai angsa hitam karena memicu pasar bereaksi secara berlebihan. Portfolio dari pasar saham dialihkan ke instrumen aset berisiko rendah, seperti emas dan obligasi (safe haven).

Skenario angsa hitam Covid-19 menakutkan ekonomi global. Covid-19 berimbas secara langsung pada pasar saham, industri manufaktur, dan pariwisata. Bahkan, posisi kurs rupiah yang semakin melemah saat ini akan semakin memukul produktivitas industri, neraca perdagangan, dan daya beli masyarakat. Maka dari itu Untuk meminimalisir dampak Pasca Pandemi ini pemerintah perlu pentingnya dengan stake holder yg ada untuk mempersiapkan Kebijakan Stimulus Ekonomi Nasional.

Harapannya Setiap Kebijakan yg ada harus mengedepankan kepentingan masyarakat, ekonomi dan bangsa secara makro maupun mikro, dengan pandemi ini yg diprediksi akan menggores perekenomian global maupun nasional , Pemerintah harus sigap dan bijak dalam mengeluarkan kebijakan yang ada agar minimal dampak pasca pandemi Covid-19 bisa diminimalisir atau direduksi secara bertahap.

*) Ketua BEM KEMA FPEB UPI 2019, Kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bandung