PASUNDANNEWS – Perayaan Hari Raya Idul Fitri atau lebaran menjadi berkah tersendiri bagi perekonomian Indonesia. Hal itu lantaran Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam.
Bagaimana tidak, rata-rata konsumsi masyarakat meningkat menjelang dan beberapa hari setelah lebaran. Konsumsi rumah tangga memang menjadi komponen utama dalam struktur perekonomian Indonesia.
Konsumsi yang tinggi selama Ramadan dan Lebaran terjadi seiring meningkatnya daya beli masyarakat. Hal itu sebagai dampak dari penerimaan Tunjangan Hari Raya (THR).
Selain itu, meningkatnya pendapatan masyarakat akibat adanya penerimaan THR menjelang lebaran. Sehingga peredaran uang di masyarakat semakin tinggi.
Tak hanya itu, peningkatan konsumsi tersebut juga di sebabkanq oleh budaya masyarakat Indonesia dalam menjalankan puasa dan merayakan lebaran.
Kemudian ada keharusan bagi sebuah keluarga di Indonesia untuk menyediakan santapan yang istimewa selama Ramadan dan saat Lebaran. Lantaran sebagai bentuk penghargaan bagi mereka yang telah seharian berpuasa dan secara kontinyu berpuasa selama sebulan penuh.
Hal itu membuat permintaan akan bahan makanan pokok meningkat. Lantas membuat harga barang mengalami kenaikan.
Selain itu, budaya pemberian hantaran dan bingkisan bagi tetangga dan kerabat maupun sanak saudara. Turut pula menambah aktivitas konsumsi masyarakat. Di tambah lagi dengan adanya budaya mudik turut meningkatkan penjualan kendaraan bermotor. Sehingga kenaikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) mengalami lonjakan. Di susul juga kenaikan harga tiket moda transportasi antar daerah. Baik transportasi darat, laut, maupun udara.
Bagi sejumlah masyarakat Indonesia. Cuti lebaran menjadi satu-satunya kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga. Akbiat terpisah jauh lantaran mencari pekerjaan di daerah lain. Kebiasaan mudik juga memberikan berkah bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Pendapatan masyarakat yang tadinya hanya berputar di perkotaan pun mengalir ke daerah-daerah.
Kewajiban membayar zakat fitrah dan mal juga mampu menggerakkan perekonomian umat. Umat Islam di perintahkan membayar zakat untuk menyempurnakan rukun Islam.
Pengelolaan zakat yang baik dan tepat sasaran dapat memberikan efek positif pada upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Meskipun demikian, momentum pertumbuhan ekonomi harus terus di jaga sehingga tidak hanya terjadi saat menjelang Idulfitri.
Lazimnya, konsumsi masyarakat kembali menurun usai Lebaran, daya beli berkurang, dan pertumbuhan ekonomi pun ikut melambat. Pemerintah harus secara perlahan-lahan tetapi pasti mengurangi ketergantungan struktur perekonomian negara pada konsumsi.
Ekonomi negara yang mayoritas di topang oleh konsumsi yang sangat rapuh dan rentan. Dampak negatif dari gejolak ekonomi yang terjadi di dalam negeri, kawasan, maupun global.
Upaya menjaga pertumbuhan ekonomi ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah, dan juga masyarakat. Rakyat juga harus mampu mengelola keuangannya dengan tidak hanya gencar melakukan konsumsi. Akan tetapi juga mulai menyisihkan sebagian penghasilannya untuk berinvestasi.
Masyarakat perlu membuat rencana investasi jangka panjang. Seperti menanamkan dananya di sejumlah instrumen investasi di pasar modal maupun pasar uang. Meningkatkan kepemilikan aset yang produktif, dan mempersiapkan dana pensiun.
Dalam rangka meningkatkan investasi masyarakat, perlu di pikirkan kembali interpretasi tentang zakat mal. Khususnya tentang simpanan ataupun deposito atau investasi pada instrumen keuangan.
Selama ini cara menghitung zakat adalah sebesar 2,5% terhadap harta yang telah memenuhi haul satu tahun. Nisabnya berdasarkan nilai harta tersebut yang setara dengan 85 gram emas.
Bila harta tersebut dalam bentuk uang tunai baik rupiah maupun valuta asing. Cara menghitung zakat itu adalah tepat, karena uang tunai ataupun valuta asing tersebut tidak masuk dalam arus perputaran ekonomi. Artinya di simpan di bawah bantal, di laci lemari dan lain lain sebagaimana kita menyimpan emas.
Secara hakiki harta (uang tunai atau pun emas) tersebut menjadi idle. Sedangkan Islam mendorong harta untuk berputar dalam perekonomian. Serta tidak menganjurkan untuk menimbun harta.
Itulah sebabnya ada zakat mal yang secara ekonomi berfungsi untuk mencegah terjadinya penumpukan harta. Pada beberapa pihak saja yang mengakibatkan tidak berlangsungnya proses distribusi ekonomi.
Maka sepanjang harta tidak idle dan di gunakan untuk operasional sehari-hari. Seperti mobil untuk bekerja, rumah untuk bernaung yang kita gunakan untuk dapat menghasilkan pendapatan. Maka sewajarnya rumah dan mobil tersebut tidak perlu di kenakan zakat mal.
Namun bila kita memiliki 10 mobil dan lima rumah. Sedangkan kebutuhan operasional sehari-hari cukup satu mobil dan satu rumah. Maka sembilan mobil dan empat rumah tersebut berlebihan dan dapat di anggap idle. Maka sewajarnya harus di kenakan zakat mal.
Selanjutnya bila harta uang tunai yang kita miliki di gunakan untuk berusaha. Sehingga masuk dalam kegiatan perekonomian, artinya tidak idle. Maka sewajarnya harta tersebut tidak di kenakan zakat mal. Tetapi hasil dari kegiatan perekonomian tersebut dalam bentuk untung, harus di keluarkan zakatnya.
Namun bila kita tidak memiliki kemampuan dalam berusaha. Maka dana yang kita miliki dapat di investasikan dalam bentuk berkongsi atau bermudharabah atau pun bermusyarakah dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi melakukan kegiatan usaha.
Kita dapat pula percayakan dana tersebut untuk di kelola oleh bank syariah dalam bentuk tabungan mudharabah. Tak hanya itu, bisa juga di deposito mudharabah ataupun kita investasikan dalam instrumen keuangan syariah lainnya seperti surat berharga syariah (sukuk), reksa dana syariah dan lain lain.
Maka hasil dari keuntungan usaha tersebut. Sewajarnya harus di keluarkan zakatnya. Dengan demikian dana tersebut berputar dalam perekonomian yang membawa maslahat bagi umat. Atau dengan kata lain tidak idle. Sehingga pokok dari tabungan dan deposito atau instrumen keuangan syariah lainnya mestinya tidak di kenakan zakat mal.
Bila interpretasi seperti ini dapat di terima, maka kami perkirakan permasalahan utama Indonesia tentang saving-investment gap akan berkurang. Karena masyarakat tidak akan cenderung menggunakan dananya melulu untuk konsumsi. Ataupun menyimpan hartanya dalam bentuk tunai dan dalam bentuk harta tetap yang idle.
Masyarakat akan tergugah untuk menempatkan hartanya dalam kegiatan usaha produktif atau dalam berbagai instrumen keuangan syariah. Hal ini akan memiliki konsekuensi multiplier effect terhadap perekonomian sangat tinggi. Di antaranya akan ada yang beralih dari mustahik menjadi muzaki.
Kemudian pada gilirannya akan menghasilkan bagi hasil atau return yang dapat meningkatkan realisasi penerimaan zakat. Selanjutnya, dapat di perkirakan bahwa antara dana zakat yang real terkumpul akan melebihi 3% dari potensi zakat.
Ke depan, masyarakat Indonesia di harapkan tidak hanya menjadi konsumen ataupun sekadar sasaran pasar bagi pengusaha asing. Akan tetapi juga sebagai produsen aktif yang mampu berbuat lebih untuk kehidupan finansial pribadinya.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian, yaitu memberikan pemahaman bahwa membayar zakat mal bukan hanya sekedar ibadah. Namun juga sebagai instrumen pemerataan kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia.
Akhirnya dengan interpretasi baru tentang zakat mal pada Ramadhan yang suci ini. Insyaallah kita dapat menyambut hari yang Fitri dengan semangat baru bahwa zakat mal berlaku bagi harta yang idle.
Insyaallah, Lebaran ini akan menjadi momentum kebangkitan ekonomi bangsa. Sehingga di harapkan terjadi pergeseran dari ekonomi yang sangat tergantung pada konsumsi. Akan beralih secara bertahap kepada kegiatan-kegiatan investasi yang punya multiplier effect yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia.
Penulis: Adam Darussalam
Editor: Feri Johansah