PASUNDANNEWS.COM, GARUT – Ikatan Mahasiswa Garut menyampaikan kekecewaanya terhadap Pemerintah kabupaten Garut, karena agenda audiensi yang berlangsung hari ini, jumat (30/08) tidak dihadiri orang-orang yang sama sekali tidak bisa memberikan kebijakan.
“Mereka bahkan tidak bisa menjawab beberapa permasalahan yang kami sampaikan terkait reformasi birokrasi yang hari ini kami nilai amburadul.” Ucap Koordinator Ikatan Mahasiswa Garut, Ipan Nur Alam pada redaksi pasundannews, jumat (30/08/2019)
Ikatan Mahasiswa Garut menurut Ipan, tidak melihat implementasi Reformasi birokrasi dijalankan dengan baik selama lima tahun kepemimpinan Rudy Gunawan menjadi Bupati.
“Kegagalan program Amazing, munculnya kasus korupsi, Pembangunan infrastruktur yang bermasalah (Pasar, Sport hall, Gedung PKL, dll), kualitas pelayanan publik yang jauh dari memuaskan, serta kinerja SKPD yang sangat rendah, tapi anggaran belanja pegawai sangat besar, kurang lebih 1.8 Triliun.” paparnya
Banyak pejabat di Garut menurut Ipan tidak bekerja secara maksimal bahkan Bupati sekalipun, mereka hanya pamer kemewahan ditengah kondisi masyarakat Garut yang memprihatinkan, bahkan sering melakukan perjalanan dinas dengan alasan study banding namun hasilnya nihil.
“Secara keseluruhan kita tidak melihat ada perbaikan yang seharusnya terjadi pada 8 area perubahan, banyak pejabat yang tidak bisa kerja dan tidak memenuhi syarat jabatan karena tidak pernah diklatpim 3 dan 2 tapi tetep menjadi pejabat tinggi pratama.”lanjutnya
Bahkan, Ipan memberikan contoh lain kegagalan dari reformasi birokrasi di Garut, semula Kadis DPMD menjadi Asisten 3 , semula kepala DISPERINDAG menjadi Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Hukum.
“Lebih parah lagi Kadispora yang statusnya tersangka seharusnya dinonaktifkan seperti kasus sekda jabar tapi nyatanya tidak, sebenarnya masih ada lagi kebijakan penempatan jabatan tidak karena atas dasar kompetensi.”terangnya
Ipan Curiga kalau Open biding atau lelang jabatan hanya dijadikan alat formalitas untuk kepentingan politik Bupati dalam menentukan jabatan, seperti dalam lelang jabatan untuk posisi Sekda karena tidak ada transparasi skoring penilaian.
“Hal ini terlihat bagaimana kebijakan penempatan dalam jabatan digunakan sebagai alat untuk merealisasikan politik balas budi dan balas dendam sesuai selera Bupati dan kroninya dengan mengabaikan ketentuan dalam UU 5/2004 tentang ASN dan PP 11/2017 tentang Manajemen PNS.”tandasnya