BELAKANGAN ini lembaga independen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian akut menangkap pejabat negara di berbagai lini kekuasaan, korupsi yang merambah ke lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah tanda-tanda timbulnya perbuatan melawan hukum karena faktor lemahnya prilaku pemimpin yang mudah merusak moralitas pejabat negara yang melakukan tindakan koruptif.

Moralitas elit negara di kemudian hari banyak dilupakan, bahkan kesadaran pemimpin kita sangat pelik akan pentingnya moral yang merupakan pedoman berprilaku baik. Sebaliknya, moral yang seharusnya dijunjung tinggi mengalami kemerosotan yang cukup fantastis. Karena kenapa? Pelaku koruptifnya sebagian besar adalah pejabat negara yang ada di kekuasaan negara.

Dalam konteks memasuki tahun politik ini, moralitas pejabat negara yang mengalami problem adalah sebuah kecelakaan yang mau tidak mau harus dilakukan evaluasi dan intropeksi diri. Sehingga, kemudian perbuatan yang tidak bermoral seperti korupsi juga karena mengalami masalah mental yang lemah dalam menduduki kekuasaan negara yang bisa dianggap besar.

Tak dapat dipungkiri jika saat ini banyak pemimpin negara yang terjaring korupsi kain tidak terhitung jumlahnya di KPK, karena semua elit negara yang melakukan koruptif disebabkan karena dampak lemahnya moral yang sulit menemukan dan menumbuhkan kesadaran individu seseorang, terutama para pemimpin atau pejabat negara yang ada di berbagai lini kekuasaan.

Bahkan dada istilah yang menuturkan bahwa “pemimpin yang baik dapat menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif. Selain itu seorang pemimpin juga harus bisa bersikap toleran, sang teladan, yaitu mimpi menjadikan dirinya sebagai contoh dan teladan yang baik bagi orang-orang yang dipimpinya.” (Panduan Praktis Menjadi Pemimpin yang Disukai dan Diidolakan Banyak Orang; Juni 2013).

Dari ucapan di atas menunjukkan indikator kepemimpinan yang baru terjadi demoralisasi kepemimpinan atas tindakan korupsi adalah seorang pemimpin yang tidak sekedar mempunyai tugas memimpin, akan tetapi umumnya. Karena mental pemimpin kita lemah dalam menghadapi kekuasaan negara yang bisa hidup berlimpah ruah.

Membutuhkan Pemimpin Bermoral

Menurut hemat penulis, sebelum menghadapi pesta demokrasi ada dua medan pertempuran dalam mencari pemimpin yang bermoral, dan bisa dikenal juga dengan istilah pemilihan umum (Pemilu) 2019 di mana medan itu ada pemilihan presiden (Pilpres) serta Pemilihan Legislatif (Pileg) yang bisa dijadikan alat untuk mencari mana pemimpin yang bermoral dan mana yang tidak.

Masyarakat haruslah selektif dalam memilih pemimpin bermoral agar kedepannya tidak mudah mengulangi sikap-sikap yang sudah terjadi sebelumnya. Menurut hemat penulis ada beberapa karakter pemimpin yang harus kita pilih. Pertamasecara pendidikan (education) dia layak untuk memimpin dan bahkan bisa saja memberikan pendidikan yang layak untuk masyarakat. Karenanya, pemimpin yang berpendidikan bisa memahami kondisi masyarakat seperti apa kondisinya.

Keduapendidikan moral (ethic) itu sangat penting untuk di tanamkan dalam benak seorang pemimpin ketikan memimpin masyarakat umum, kenapa karena pemimpin yang punya kualitas moral itu pemimpin mulya dihadapan masyarakat baik itu secara etika dalam berbicara maupun tingkah lakunya. Hal ini yang menjadi tugas wajib masyarakat umum untuk memilih pemimpin yang berkarakter dan mempunyai jiwa yang besar untuk masa depan daerah dan masyarakatnya.

Ketigamengoptimalkan loyalitas pemimpin ketika sedang berproses di lapisan sosial kemasyarakatan. Karena sikap ini yang bisa membangun solidnya antara pemimpin dan masyarakat adalah kesetiaannya di mata masyarakat.

Keempatkejujuran dan amanah untuk memimpin meruapakan langkah demi langkah yang harus direalisasikan oleh setiap pemimpin, baik itu memimpin rakyat kecil maupun secara kelembagaan. Kedua ini yang dapat menjauhkan dari perbuatan korupsi dan dll. Sedangkan amanah adalah tanggung jawab atas apa yang menimpa masyarakat untuk lebih antisipasi dalam menjaga sikap-sikap ini dengan lebih baik.

Artinya, dari keempat unsur ini paling tidak mendeskripsikan bahwa pemimpin bermoral bisa dilihat dari konteks pengetahuan, pendidikan, kepatutan kesadaran hukum, dan menjunjung tinggi prilaku yang baik (moral). Karena moral itu adalah pedoman yang mampu menciptakan pemimpin bermoral dan bisa menjaga kebaikan dirinya untuk masa depan ummat, agama, bangsa dan negara.

Oleh : Neng Ulfah

Calon DPRD Kabupaten Bekasi Daerah Pemilihan (Dapil V)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini