KBB, PASUNDANNEWS – Seakan tak pernah reda, permasalahan pembangunan liar terus terjadi silih berganti di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Disebut pembangunan liar (bodong), karena pihak pengembang belum memiliki segala perizinan, meski tahap pembangunan sudah mulai berjalan.
Menanggapi hal tersebut, salah satu tokoh pemuda yang tidak ingin disebutkan identitasnya , sebutlah G (38 tahun) dengan tegas menolak rencana pembangunan perumahan Bumi Kahuripan yang berlokasi di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua.
Sebagai bentuk keseriusan, dirinya akan segera melayangkan surat aduan kepada Bupati KBB Aa Umbara Sutisna dan kepada pihak instansi terkait.
“Alasannya sudah jelas, perumahan tersebut dibangun di lokasi zona hijau persawahan produktif, oleh karenanya kami menentang hal itu,” katanya kepada Pasundan News lewat pesan pribadinya, Jum’at (25/09)
(G) juga menjelaskan, berdasarkan investigasinya, lokasi lahan yang akan dibangun oleh pihak pengembang disinyalir menyalahi aturan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagaimana amanat Undang Undang Nomor 26 tahun 2007.
Menurutnya, ada dua hal yang dilabrak, pertama, perumahan tersebut dibangun di atas lokasi lahan zona hijau Kawasan Bandung Utara (KBU), kedua, pihak pengembang belum mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Sebelum melakukan tahapan pembangunan, pihak pengembang harus memenuhi 8 tahapan penting terlebih dahulu dalam mengurus perizinannya,” paparnya.
(G) menjelaskan ke 8 tahapan dimaksud yakni, pihak pengembang harus mempunyai izin lingkungan setempat, surat keterangan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), iziin pemanfaatan lahan, izin prinsip, izin lokasi, izin dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), izin dampak lalu lintas dan izin pengesahan site plan dari Dinas Pekerjaann Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Bahkan sambung dia, sanksinya sudah jelas jika melanggar rencana tata ruang. Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang. Pengenaan sanksi dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
“Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,” tegasnya.
Dikatakan, pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.
“Setiap orang yang melanggar kewajiban dalam pemanfaatan ruang, dikenai sanksi administratif mulai peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin,
pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang, dan/atau denda administratif,”.
(G) menegaskan bahwa sanksi pidana bagi orang yang tidak menaati aturan rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, urai dia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp1.5 miliar.
“Jika mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,” tandasnya. (Boim)