Ari Muhammad Syafari, Kader HMI Cabang kabupaten Bandung. (foto: Istimewa)

Oleh: Ari Muhammad Syafari (Kader HMI Cabang Kabupaten Bandung)

PASUNDANNEWS.COM – Era sekarang bisa disebut era revolusi industry 4.0, era ini dikenal bahwa manusia akan selalu terbius dengan alat digital. Kebutuhan alat digital menjadi sebuah keharusan yang universal bagi pemakaiannya, hal ini terlihat bagaimana manusia yang hidup hari ini selalu akrab dengan alat-alat digital.

Dalam kaitan tersebut kita harus memahami terlebih dahulu akan definisi atau pemahaman tentang generasi milenial tersebut. Ahli demografi William Straus dan Neil Howe mendefinisikan Milenial adalah yang lahir antara tahun  1982–2004. Howe menjelaskan garis pemisah Milenial dengan Generasi Z bersifat “sementara” dengan kalimat “Anda tidak dapat secara tegas menentukan garis pemisah kelompok hingga generasi itu mencapai umur yang cukup dewasa.” Howe mendefiniskan Milineal di mulai dari kelahiran tahun 1982 hingga antara tahun 2000 – 2006.[1] Kaum Millennial juga  mereka generasi muda yang terlahir antara tahun 1980an sampai 2000. Kaum Millennial terlahir dimana dunia modern dan teknologi canggih diperkenalkan publik (contoh : gawai)

Millennial datang usia dalam waktu dimana industri hiburan mulai terpengaruhi oleh internet dan perangkat mobil[2] selain Milenium yang paling etnis dan ras yang beragam dibandingkan dengan generasi yang lebih tua dari mereka, mereka juga pada kecepatan yang paling berpendidikan. Hingga 2008, 39.6% dari Millennials antara usia 18 dan 24 yang terdaftar di perguruan tinggi, yang merupakan rekaman Amerika. Bersama dengan menjadi terdidik, generasi muda juga sangat optimis. Menurut Pew Research Center, yang melakukan survei pada tahun 2008, generasi muda adalah yang paling mungkin dari setiap generasi untuk mengidentifikasi diri sebagai liberal dan juga lebih mendukung progresif dalam negeri agenda sosial dari generasi yang lebih tua. Akhirnya, generasi muda kurang terang-terangan agama dari generasi yang lebih tua. Sekitar satu dari empat Milenium yang tidak terafiliasi dengan agama apapun, yang jauh lebih dari generasi yang lebih tua ketika mereka masih usia Milenium.

Dari kaitannya diatas dapat menjadi rujukan bagi kita manusia yang merasa generasi milenial, akan tetapi yang harus kita fahami dari generasi ini yang paling terpenting jangan sampai masuk pada era digital tidak memiliki pemahaman yang utuh terhadap perkembangan zaman ini. Secara fakta era sekarang kebutuhan akses komunikasi informasi sangatlah cepat, terkadang menjadi sebuah kebutuhan primer bagi pemakai alat digital, banyak sekali sekarang pengguna sosial media seperti WhatssApp, Instagram, Twitter, Facebook dan bahkan bisa menjadi bisnis online, hal tersebut bisa dibuktikan banyaknya aplikasi-aplikasi bisnis online.

Penggunaan media sosial diatas mengakibatkan lunturnya budaya gotong royong dan budaya silaturahmi tatap muka dan mengakibatkan sifat individualistic bagi pengguna media sosial. Sisi negatifnya, pengguna media sosial hari ini memanfaatkan media tersebut kearah yang lebih tidak etis seperti penyebaran hoak, fitnah bahkan yang lebih absurdnya sebagai ajang mencari jodoh dimedia sosial.

Maksud saya ketika media sosial bisa digunakan secara bijak nan bajik tidak mengapa, akan tetapi arah penggunaan media sosial harus digunakan sebagaimana mestinya. Jangan sampai media sosial digunakan sebagai penunjukan kelatahan seseorang untuk menyebar isu-isu murahan, hoaks, dan lainnya. Sehingga menurut hemat saya itu yang dinamakan generasi latah.

Akan lebih parahnya pada generasi ini, media sosial digunakan sebagai alat untuk menunjukan kedunguan mereka; hal ini ditunjukan bagaimana banyak media sosial yang memuat kegiatan-kegiatan dan curhatan mereka ditunjukan dimedia sosial melalui alat story ataupun status dimedia sosial mereka pada arah negatif yang seharusnya itu pada ranah privasi. Serta masih banyak kedunguan yang ditonjolkan dimedia sosial.

Seharusnya generasi milenial dalam penggunaan media sosial jangan sampai menggunakan media sosial sebagai ajang penujukan kebodohan, akan tetapi gunakan media media sosial sebagai ajang pengembangan potensi mereka, melakukan inovasi-inovasi pembaharuan, sebagai alat kritik mereka dalam permasahan yang berkembang. Intinya jangan sampai era sekarang generasi milineal menjadi generasi yang lemah dalam segala aspek. Karena bagaimanapun generasi inilah yang akan menjadi penopang generasi-generasi selanjutnya.

“Tidaklah kecacatan berpikir menghampiri manusia, jika manusianya sendiri mampu berpikir dengan bijak”

Referensi

[1] Howe, Neil (27 October 2014). “Introducing the Homeland Generation (Part 1 of 2)”. Forbes. Diakses tanggal 2 May 2016.

[2] Anderson, Kurt (5 August 2009). “Pop Culture in the Age of Obama”. The New York Times. NPR. Diakses tanggal 29 November 2012.
“The Sound of a Generation”. NPR. 5 June 2008. Diakses tanggal 2 November 2011.
Gundersen, Edna (30 December 2009). “The decade in music: Sales slide, pirates, digital rise”. USA Today. Diakses tanggal 23 December 2011.