BERITA CIAMIS, PASUNDANNEWS.COM – Mutilasi istri yang terjadi di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis turut hebohkan publik.
Kasus sadis yang menimpa korban Yanti (41) istri dari pelaku bernama Tarsum (41) makin menggegerkan warga ketika hasil potongan tubuh ditawarkan ke tetangga sekitar.
“Pelaku sempat tawarkan daging korban kepada saya, juga warga lainnya. Daging dibawa-bawa dalam baskom,” ujar Ketua RT 08, Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Rancah, Yoyo Tarya.
Kasus yang terjadi pada Jumat 3 Mei 2024, sekitar pukul 07.00 WIB tersebut kini tengah ditangani pihak berwajib.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kejiwaan, Tarsum mengalami depresi.
Saat ini, ia masih menjalani observasi di Rumah Sakit Jiwa Cisarua.
Menurut Kasat Reskrim Polres Ciamis AKP Joko Prihatin kepada PasundanNews.com, pada Selasa (7/5/2024) perlu observasi terhadap pelaku.
“Masih diperlukan observasi karena mengalami depresi, untuk berat ringannya belum bisa dipastikan. Nanti ada surat rujukan yang harus disampaikan ke Rumah Sakit Jiwa Cisarua,” katanya.
Mutilasi Istri di Ciamis, Ini Penyebabnya Menurut Psikolog
Mutilasi Istri di Ciamis lantaran depresi, menjadi pertanyaan bagi publik mengapa pelaku bisa melakukan hal kejam padahal sedang mengalami gangguan mental.
Melansir Kompas.com, pada Sabtu (11/5/2024), Psikolog Klinis dari Universitas Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiani Subardjo menjelaskan terkait kasus tersebut.
“Seseorang yang mengalami depresi berat membutuhkan penanganan profesional. Kemudian juga perlu dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar,” jelasnya.
Ia menuturkan, orang dengan depresi berat yang membahayakan dirinya sendiri dan orang lain sebenarnya merasakan adanya ketidaknyamanan pada dirinya.
“Rasa tidak nyaman ini dapat berupa emosi marah yang tidak dapat dikendalikan hingga melampiaskannya kepada orang lain,” ungkapnya.
Ratna meneruskan, tentunya efek dari frustasi akan melampiaskan kepada orang lain.
“Kalau tidak salah, dia pelaku ada semacam perasaan frustrasi, punya usaha kambing tapi seret. Sebenarnya itu kan ada rasa marah pada dirinya yang tidak bisa dia kendalikan, kemudian dia marah kepada orang lain,” kata Ratna.
Selain masalah-masalah tersebut, sambung Ratna, emosi marah juga dapat muncul akibat adanya pemantik lain, misalnya perbuatan atau perkataan orang lain.
Misalnya, saat seseorang sedang dirundung masalah, tindakan atau perkataan orang lain dapat menyinggung atau meningkatkan rasa marah yang ada.
“Kalau kita lihat etika moral secara manusiawi, membunuh orang itu jelas salah. Tapi kadang kala, kalau kita melakukan sesuatu itu, justru stresor atau penyebab stres muncul dari eksternal,” paparnya.
Ratna mengatakan bahwa masalah kesehatan mental ini seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.
Masyarakat saling membantu memberikan dukungan moral kepada seseorang dengan gangguan mental.
Apabila tidak mampu, Ratna mengimbau agar masyarakat mengarahkan orang tersebut untuk dapat mencari bantuan profesional.
“Jadi kita tidak bisa bilang itu salah dia sendiri, tapi itu tanggung jawab bersama,” pungkasnya.
(Herdi/PasundanNews.com)