Konten Fetish Tiktok dan Perkembangan Psikologi Remaja
M. Al Qautsar Pratama, M.Hum (Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora UIN Khas Jember)

Pasundannews – Perkembangan media sosial yang begitu pesat menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kondisi psikologis manusia terutama bagi kaum remaja yang tidak memiliki kekuatan dan stabilitas secara emosional.

Dampak positif penggunaan media sosial serasa tidak di imbangi dengan tanggung jawab moral yang harus di miliki oleh setiap penggunanya. Sehingga konten-konten yang tersedia sedikit banyak merugikan bahkan sangat berpengaruh terhadap pola perilaku anak remaja sekarang.

Selain itu, bebasnya remaja mengakses dunia maya terkadang menjadi di lema bagi kita orang tua. Karena kadang-kadang orang tua yang seharusnya memberikan pengawasan terhadap kecanduan berselancar di dunia maya. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Salah satunya adalah para orang tua tidak mampu mengikuti perkembangan dan kebiasaan berselancar anaknya di sosial media karena keterbatasan pengetahuan akan hal tersebut.

Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia Media sosial dapat di akses oleh berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya adalah remaja yang merupakan pengguna tertinggi media sosial yaitu dengan persentase 75,50%. Data tersebut mencerminkan bahwa anak remaja di Indonesia adalah pengguna aktif sosial media di bandingkan dengan kalangan kelompok usia lainnya.

Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan Kemenaker memaparkan bahwa 90,61 persen anak muda masih memanfaatkan internet hanya untuk media sosial dan jejaring sosial. Selain media sosial, sebanyak 52,28 persen anak muda menggunakan internet untuk hiburan.

Untuk mendapatkan informasi atau berita sebanyak 78,89 persen, mengerjakan tugas sekolah sebanyak 31,12 persen, menerima atau mengirim surat elektronik. Sebanyak 27,47 persen, pembelian atau penjualan barang dan jasa sebanyak 13,18 persen, serta fasilitas finansial 6,89 persen.

Hal tersebut tidaklah mengejutkan, mengingat anak-anak memang di tuntut untuk bisa mengetahui dengan cepat arus informasi di tengah gempuran globalisasi dan perkembangan IPTEK yang tidak dapat di bendung. Dari sekian banyak platform media sosial yang di gunakan oleh para remaja tersebut. TikTok adalah salah satu medsos yang saat ini cukup di gandrungi oleh mereka.

Pentingnya Literasi Konten

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menuturkan data bahwa ada sekitar 30 juta pengguna TikTok di seluruh Indonesia. Menurut data tersebut, jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara pengguna TikTok terbesar keempat di dunia.

Namun sayangnya, tidak sedikit konten-konten yang muncul di platform ini memuat isu-isu Bullying, SARA, Penghinaan, bahkan sampai pada konten Sexualitas. Bebasnya orang-orang membuat konten di TikTok akan berdampak tentunya pada anak-anak remaja kita. Ketika mereka setiap hari melihat konten tersebut bisa saja mempengaruhi kondisi psikologi mereka dan merubah cara pandang mereka terhadap sesuatu hal. Dan ini yang tidak kita inginkan terjadi.

Masih segar di benak kita bersama di tahun 2020 lalu heboh seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Timur melakukan tindakan menyimpan yakni fetish kain jarik dengan kedok melalukan penelitian. Tentunya kasus ini bisa viral karena menyebar cepat melalui media sosial.

Fetish ketika seorang individu merasa terangsang dengan bagian tubuh yang nonseksual atau benda-benda non-seksual. Pada pemilik fetish, mereka akan merasa terangsang dengan benda atau hal-hal non-seksual. Dia bisa terangsang dengan pusar, ketiak, jempol kaki, betis, telapak kaki, dan masih banyak lagi fetish yang bagian tubuh nonseksual.

Akhir-akhir ini konten yang sering muncul di FYP (For Your Page) TikTok di dominasi oleh kreator yang memamerkan bagian tubuh seperti ketiak, bulu dada, bulu kaki. Bahkan hanya jari yang digerakkan dengan tujuan sexual tertentu. Tentunya konten-konten tersebut sengaja di buat karena banyak peminatnya bahkan mereka sebagai penikmat tersebut di kolom komentar sengaja meminta agar dipamerkan untuk memenuhi hasrat sexual tertentu.

Bahaya Tiktok

Walaupun TikTok sendiri mengklaim bahwa akan menghapus segala konten. Termasuk video, audio, siaran langsung, foto, gambar, komentar, dan teks yang melanggar Panduan Komunitas kami. Namun tetap saja menjamur dan bermunculan konten yang mengarah ke fetish sexual.

Tentunya penikmat konten tersebut bisa saja anak-anak remaja yang masih di bawah umur. Lalu bagaimana dampaknya ketika mereka sering melihat hal tersebut bertebaran di FYP mereka?.

Tentunya akan sangat berdampak terutama pada perkembangan psikologi mereka. Anak remaja biasanya akan mengalami perubahan secara emosional, psikis dan fisik. Dan yang tidak dapat dielakan berkaitan dengan perubahan pada motivasi dan rasa keingintahuan terhadap hal yang berbau sexual.

Menurut pendapat Sarlito W Sarwono menyatakan bahwa anak yang beranjak remaja cenderung melakukan aktifitas-aktifitas seksual yang prasenggama seperti melihat buku atau film cabul, berciuman, berpacaran dan sebagainya.

Dampak-dampak negatif yang pasti akan di alami oleh anak-anak remaja ketika terus-menurus di sodorkan konten sexual yang mengarah ke fetish di TikTok adalah membuat remaja ingin meniru melakukan tindakan sexual. Kecanduan terhadap konten pornografi, terutup minder dan tidak percaya diri bahkan yang paling parah bisa merusak sistem kerja otak mereka.

Kedepannya di harapkan peran orang tua untuk memantau anak-anak mereka ketika berselancar di sosial media lebih di tingkatkan. Karena kalau bukan orang terdekat yang bisa mengkontrol siapa lagi. Dan kepada konten kreator yang membuat konten yang negatif agar bisa meliki kesadaran bahwa di Internet tetaplah punya etika tidak sembarangan dalam berbuat.

*Angga*