Oleh : AA. Hasan *)
PASUNDANNEWS.COM, – Ruang gelap APBD menggambarkan ketertutupan proses dari hulu ke hilir sampai terlahirnya APBD. Dalam ruang gelap itu, rakyat dipaksa secara sistematis hanya untuk menjadi bagian dari penyumbang finansial demi memenuhi kebutuhan Negara / penyelenggaraan pemerintahan. Semua kekayaan yang dimiliki oleh negeri ini jika dilihat dari perspektif doktrin Negara, maka kekayaan itu adalah milik bersama (rakyat) yang dikuasai oleh Negara.
Faktanya, posisi rakyat terkondisikan menjadi lemah dalam : 1). Peranannya dalam proses pembangunan baik itu dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi; 2) Hak menerima informasi atas kekayaan yang dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah; serta 3) Hak untuk mengetahui prioritas dan kinerja keuangan dalam proses – proses pembangunan. Dalam konteks daerah, peranan masyarakat dalam perencaan sejauh ini partisipasi masyarakatlah yang terlemah karena akan terkalahkan oleh prioritas teknokratis yang menjelma dalam rancangan RKPD dan maneuver politik dalam kesepakatan KUA-PPAS oleh DPRD dan Kepala Daerah.
Pembahasan rencana anggaran atau rancangan APBD, keterlibatan publik menjadi sangat tak bernilai, sementara rakyatlah yang memiliki kedaulatan atas kekayaan dan keuangan yang dikelola oleh pemerintah. Sehingga proses penyusunan APBD absen partisipasi publik dan masih sangat ‘elitis’ (hanya diputuskan oleh segelintir individu di Eksekutif dan Legislatif). Kondisi ini sesungguhnya adalah pengkhianatan atas kedaulatan rakyat, ditengah Negara yang merdeka, rakyat terjajah oleh ketertutupan informasi dan pelemahan peran dalam pembangunan sejalan dengan itu pemerintah absen membangun kehidupan dan peradaban yang demokratis.
*) Direktur fitra Sukabumi