Oleh: Cep Lutfi Abdul Aziz (PTKP HMI Cabang Tasikmalaya)
PASUNDANNEWS.COM, – Perparkiran merupakan bagian dari sub sistem lalu lintas angkutan jalan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan kepada masyarakat di bidang perparkiran, penataan lingkungan, ketertiban dan kelancaran arus lalu lintas serta sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Salah satu penyumbang pendapatan yang dominan adalah retribusi parkir. Selain itu retribusi parkir memberikan pengaruh dalam meningkatnya pendapatan asli daerah dan pembangunan daerah. Karena retribusi parkir merupakan salah satu jenis retribusi jasa umum yang selama ini memberikan pemasukan yang cukup besar bagi Pendapatan Asli Daerah.
Permasalahan retribusi parkir khususnya di Kota Tasikmalaya seakan menjadi permasalahan yang tidak ada ujungnya. Mulai dari penerimaan retribusi parkir yang masih banyak menemukan kendala dalam pengelolaannya dan ruang parkir yang tidak memadai Parkir sebagai kawasan perparkiran serta permasalahan retribusi parkir di tepi jalan umum yang aturannya sangat tidak jelas dan adanya oknum yang tidak bertanggungjawab yang menggunakan momen tersebut untuk meraup keuntungan.
Masalah lain yang menjadi kendala dalam kebijakan yang di atur dalam Perwalkot no 51 tahun 2019 tentang perubahan tarif parkir yang baru saja di berlakukan kurang nya sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh idealnya sebelum aturan ini di berlakuakan tentu harus melalui tahapan sosialisasi terlebih dahulu secara menyeluruh jangan sampai ada kejadian mis komunikasi antara masyarakat dan tukang parkir seperti yang terjadi di salah satu lahan parkir di kota tasikmalaya tepat nya di jalan tentara pelajar yang mengakibatkan keributan antara tukang parkir dan pengguna parkir karena si pengguna parkir yang belum mengetahui terkait kebijakan baru tentang peningkatan tarif parkir menjadi 3 kali lipat
Bila kita analisis bersama permasalahan ini, banyakan alasan-alasan yang tumpang tindih di kemukanan oleh walikota yaitu salah satunya untuk meningkatkan PAD namun di sisi lain ungkapan tersebut bertentanagn dengan alasan walikota yang ke-2 tentang peningkatan tarif ini merupakan bagian dari pengendalian kendaraan supaya tidak terlalu padat dan mencegah terjadinya kemacetan bahkan di tegaskan dalam ungkapannya “bila ada masyarakat yang merasa keberatan mungkin bisa menggunakan kendaraan umum” begitu ujarnya.
Alasan pertama jelas bertentangan dengan alasan yang kedua, kalo memang tujuannya ingin ada pengendalian kendaraan suapaya masyarakat naik angkutan umum jangan harap ingin adanya kenaikan PAD. Jelas ini kontradiksi pernyataan walikota yanng pertama dengan pernyataan alasan yang kedua.
Menurut saya lebih baik permasalahan parkir ini di fokuskan saja pada wilayah manajemen, sarana parkir dan pelayanan parkirnya, agar dikemudian hari masalah parkir ini tidak banyak menuai permasalah yang lebih besar. Karena belum tentu juga ketika tarif dinaikan menjadi solusi yang tepat, yang ada malah menjadi beban masyarakat. Dilapangan masih banyak petugas parkir yang ilegal, bahkan yang legal pun masih berani menggelapkan uang parkir yang imbasnya ada penurunan PAD.
Terus berbicara masalah pelayanan, masyarakat sebagai pengguna parkir mesti ada kepastian hukum yang jelas (adanya perlindungan pengguna parkir). Ini juga harus menjadi catatan penting untuk pemerintahan kota. Karena kita ketahui bersama parkir ini merupakan bagian dari jenis usaha jasa, klausul ini di atur dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Intinya jangan sampai tidak ada keadalian untuk masyarakat, giliran rugi masyarakat yang nanggung.