Oleh : Aris Rindiansyah *)

PasundanNews.Com – Kepala desa atau sebutan lain sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2015 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk 3 (tiga) kali masa jabatan berikutnya berturut-turut atau tidak. Kepala desa tidak bertanggung jawab kepada Camat, tetapi hanya dikoordinasikan saja oleh Camat. Kepala desa bertanggung jawab atas penyelenggarakan Pemerintahan Desa, pelaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa .

Sebagai bagian pemimpin dari bagian wilayah administrasi pemerintahan terkecil di Indonesia (RT dan RW tidak termasuk pembagian administrasi pemerintahan) seorang kepala desa tentu sangat bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Dalam menyelesaikan masalah, masyarakat selalu datang kepada kepala desa dari mulai maling ayam, perkelahian antar warga/antar kampung sampai urusan selangkangan atau perselingkuhan yang dalam bahasa lain itu ‘Ngaranyed‘ selalu diminta diselesaikan oleh kepala Desa. Bahkan dalam menyampaikan kebijakan pemerintahan daerah dan pusat Kepala Desa selalu menjadi ujung tombak bersama dengan Pengurus LKD (Ketua RT/RW) untuk menerjemahkan program pemerintah kepada masyarakat.

Baru-baru ini, sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah COVID-19 (Corona Virus Disease) atau Wabah Virus Corona, pemerintah mengeluarkan bantuan untuk warga terdampak secara ekonomi oleh virus ini, tak terkecuali Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Namun, di beberapa desa proses penyaluran bantuan ini mendapat keluhan dari kepala desa yang di unggah di media sosial terutama soal data yang dipakai oleh Pemprov dalam penyaluran bantuan ini. termasuk yang dilakukan oleh beberapa kades di Kabupaten Sukabumi.

Menurut salah satu sumber, data yang digunakan oleh Pemprov DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) Dinas Sosial tahun 2010 yang pada proses Validasi dan Verifikasinya tidak melibatkan Pemerintah desa, sehingga pada pelaksanaannya banyak data yang tumpang tindih, ada penerima PKH (program keluarga harapan) dan penerima BLT (Bantuan Lansung Tunai) pun dapat bansos gubernur ini.

Hal tersebut sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Pemerintah Pusat dan Gubernur. Bahwa proses penyampaian bantuan untuk korban terdampak Covid-19 ini ada yang di cover oleh Pusat, ada oleh Provinsi, oleh Kabupaten bahkan Dana Desa. Sehingga bantuan ini merata serta semua kebagian ditengah jumlah warga terdampak yang banyak yang tidak bisa d cover oleh satu program.

Hal ini merupakan tamparan bagi kita betapa manajemen data di pemerintahan kita masih kurang baik, dan menjadi bahan evaluasi satuan pemerintah lain yang akan menyalurkan bantuan serupa (termasuk kepala desa dengan melalui Dana Desa) agar tak terjadi masalah serupa dikemudian hari. Serta menjadi PR bagi Gubernur Jawa Barat untuk melakukan evaluasi data penerima banprov selanjutnya.

Apa yang dilakukan oleh para kades ini tentu beralasan karena jika terjadi keluhan dan kecemburuan sosial dimasyarakat maka Para kepala desa lah yang akan menjadi sasaran masyarakat untuk menyampaikan keluhan, atau yang terparah mungkin juga amarah masyarakat.

Walaupun memang agak mengecewakan jika dengan semua kemampuan kewenangan dan komunikasi kepala desa menyampaikan keluhannya melalui media sosial karena ada hal lain yang bisa dilakukan oleh para kades dalam menyikapi data ini, seperti halnya kita ketahui media sosial tidak hanya menyampaikan informasi tapi kadangkala juga malah mengaburkan informasi sehingga pesan yang disampaikan jadi bias dan yang tercipta malah kegaduhan

Semoga badai Covid-19 cepat berlalu dan pergi tanpa meninggalkan luka.

Jadi Kades itu ternyata Berat, kamu ga akan kuat, biar Mereka Saja.

*) Direktur Simulacrum Institute