Tasikmalaya, PasundanNews.Com – Seorang warga Kabupaten Tasikmalaya bernama Asep Deden tidak menyangka upaya penyelamatan lingkungan yang dilakukannya akan berbuah pemanggilan oleh pihak kepolisian.
Sejak tahun 2012, Ustadz Deden (sapaan Asep Deden) sudah aktif menyuarakan penolakan terhadap tambang yang dilakukan diwiayah gunung Galunggung, terutama daerah Leuweung Keusik.
Bahkan pada 2012, karena adanya penolakan penambangan oleh masyarakat, izin tambang di Leuweung Keusik sudah dilarang dengan ditandanganinya surat pernyataan bersama oleh Bupati Tasikmalaya (UU Ruzhanul Ulum) serta unsur tokoh masyarakat.
Penolakan warga atas tambang tersebut bukan tanpa alasan. Hal tersebut karena wilayah tambang berada diwilayah yang rawan bencana, tepatnya di Dinding Ari (bagian Gunung Galunggung).
Di Wilayah yang mempunyai luas sekitar 8 hektar tersebut terdapat empat mata air yang menjadi sumber khidupan masyarakat. Serta didaerah tersebut menjadi tempat warga mencari nafkah.
Pada awal tahun 2021, karena adanya informasi tanda-tanda akan dilakukan penambangan didaerah Leuweung Keusik. Ustadz Deden beserta para aktivis lingkungan meresponnya dengan membentuk Aliansi Masyarakat Peduli Galunggung (AMPeG).
AMPeG pun terus melakukan upaya advokasi untuk menyelamatkan lingkungan. Advokasi dilakukan dengan Pemerintah Kabupaten Tasik, DPRD hingga Cabang Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat mempertanyakan legalitas dari izin tambang yang dikeluarkan.
Namun, pada 8 Februari 2021, Ustadz Deden yang juga ketua AMPeG mendapat panggilan dari Kepolisian yang bernomor B/145/II/Res.1.24/2021/Reskrim untuk hadir pada tanggal 10 Februari 2021 di Polres Tasikmalaya.
Ia dilaporkan oleh seseorang ke Polres Tasikmalaya dengan pengaduan gangguan/menghalang-halangi kegiatan tambang.
“AMPeG sebetulnya tidak ada upaya untuk menghalang-halangi kegiatan tambang. Mereka mempertanyakan apakah legalitas/kelengkapan izin untuk kegiatan tambang tersebut sudah dipenuhi atau belum oleh pengusaha,” Ujar Kuasa Hukum Ustad Deden, Ecep Sukmanagara di Polres Tasikmalaya, Rabu (10/2/2020).
Dalam kajiannya, AMPeG menemukan adanya kelengkapan berkas yang belum dipenuhi oleh pengusaha.
“Gerakan kami itu tidak dalam konteks menghalang-halangi izin yang dianggap sudah dikeluarkan. Walaupun sampai saat ini kami tidak mengetahui perihal izin tersebut,” kata Ustad Deden setelah menjalani pemeriksaan.
Ia pun meminta untuk dilakukan kajian kembali kalaupun izin tersebut sudah dikeluarkan. Selain bentuknya lereng, wilayah tersebut juga rawan bencana besar kalau tidak dijaga kelestariannya.
“Kami mohon para pemangku kebijakan baik di Kabupaten maupun Tingkat provinsi memahami apa yang kami lakukan,” pungkasnya.