Bandung, Pasundannews – Kelompok mahasiswa di Jawa Barat meminta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) turunkan tim pencegahan tindak pidana korupsi di DPRD Jawa Barat.
Mahasiswa yang terdiri dari GMKI, HMI, KAMMI, PMKRI, HIKMAHBUDHI Jawa Barat, konsisten mengawal anggaran public Jawa Barat. Hal itu guna tidak terjadi kasus mega skandal korupsi di DPRD Jabar. Seperti kasus jual beli dana aspirasi/pokok-pokok pikiran Anggota DPRD yang di tangani oleh KPK.
Dari hasil kajian pihaknya, kasus mega skandal korupsi DPRD ini bisa terjadi saat proses perumusan anggaran APBD Jabar. Apalagi dalam waktu dekat akan berlangsung proses perumusan anggaran APBD oleh DPRD dan Pemprov Jabar.
Ravindra Koordinator HIKMAHBUDHI Jabar mengatakan bahwa kasus jual beli dana aspirasi/pokok-pokok pikiran anggota DPRD Jabar yang sudah pihaknya analisa. Dari hasil kajian dan mengikuti proses sidang kasus tersebut. Ada indikasi melakukan modus proses jual beli alokasi dana pokok-pokok pikiran sudah dari awal perumusan APBD Jabar.
“Maka dari itu kami meminta KPK untuk menurunkan tim divisi pencegahan tindak pidana korupsi, karena kami khawatir nanti jual beli pokir ini terulang kembali,” tegasnya.
“Salah satu tugas fungsi KPK adalah melakukan tindak pencegahan. Ini di Jabar ada kasus mega skandal korupsi yaitu jual beli dana pokok pokok pikiran anggota dewan. Sebentar lagi akan ada proses perumusan APBD Jabar tahun 2022. Maka dari itu kami meminta KPK untuk menurunkan tim divisi pencegahan tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Menurut Ravindra, yang menjadi kekhawatiran pihnaya bahwa modus serupa akan terulang kembali. Apalagi jumlah alokasi dana pokir DPRD Jabar lebih dari 2 Triliyun Rupiah.
“Besar sekali itu,” pungkas Ravindra.
Sementara itu, Khoirul Anam ketua Badko HMI Jabar menambahkan, KPK harus turun untuk mencegah tindak pidana Korupsi anggaran APBD Jabar agar tidak terulang kembali.
Menurutnya, krisis anggaran saat ini lebih baik di gunakan untuk penanggulangan Covid-19 di Jabar. “Kami Khawatir Kasus yang serupa terjadi kembali. Ibarat pepatah, lebih baik mencegah dari pada mengobati,” katanya.
“Kami menaruh kecurigaan yang besar. Pertama, DPRD Jabar tidak ada itikat baik untuk mengevaluasi system penggunaan dana pokir. Kedua, tidak ada dasar aturan payung hukum yang jelas untuk mengatur penggunaan alokasi dana aspirasi atau pokir anggota DPRD Jabar,” tegasnya.
Menurutnya aturan yang di gunakan DPRD Jabar mengenai penggunaan APDB dana aspirasi/pokok-pokok pikiran masih menggunakan system lama.
“Celah untuk melakukan modus serupa sangat besar terjadi lagi. Makanya kita meminta KPK untuk turun melakukan tindak pencegahan. Apalagi sebentar lagi proses perumusan ABPD tahun 2022 akan berlangsung,” tandas alumni Unpad itu.
*Angga*