Ngabuburit di Sakola Warga Motekar, Lembur Kaulinan Cibunar, Desa Sukajadi, Kecamatan Sadananya, Kabupaten Ciamis. Banyak Kegiatan Produktif dengan Konsep Mandoro (Mandiri Dan Gotong Royong). Foto/PasundanNews.com

BERITA CIAMIS, PASUNDANNEWS,COM – Ngabuburit merupakan istilah yang diserap dari bahasa sunda.

Artinya yaitu umat muslim yang melaksanakan puasa dan beraktifitas di sore hari menunggu berbuka.

Warga Ciamis biasanya ngabuburit di sejumlah titik keramaian di perkotaan secara terpusat.

Namun berbeda bagi gaya ngabuburit di Lembur Ala Sakola Warga Motekar.

Ngabuburit Ala Sakola Motekar

Meski bertempat di wilayah pinggiran kota jauh, Lembur Kaulinan Cibunar Desa Sukajadi Kecamatan Sadananya Kabupaten Ciamis, memiliki daya tarik tersendiri.

Terutama saat bulan Ramadan. Banyak berbagai kegiatan produktif termasuk kegiatan bertajuk ‘Ngabuburit Di Lembur’.

Kegiatan tersebut digelar dengan konsep kolaborasi. Dari mulai bazar kuliner warga lokal. Kemudian pagelaran-pagelaran kesenian yang melibatkan ragam komunitas yang ada di Ciamis.

Dari mulai musisi jalanan, komunitas anak Punk hingga keterlibatan organisasi formal seperti Karang Taruna, Kader PKK, Kampung KB, Posyandu, Kelompok Wanita Tani, RW dan RT sekitar.

Kemudian lembaga keagamaan seperti santri DTA dan DKM di masjid sekitar Sekolah Warga Motekar.

Saat memberikan keterangan kepada PasundanNews, Kamis (14/4/2022), Penggiat Sakola Warga Motekar Deni WJ mengatakan, kegiatan ini berlangsung selama 10 April – 19 April.

Dari mulai gelaran pentas Ki Pamanah Rasa, Stand Up Comedy Ciamis, Edukasi Bank Sampah Ciamis, penampilan santri DTA, hingga hiburan tradisional seperti Wayang Golek dan Musik Gamelan.

Kemudian Medar Kaulinan Sakola Motekar yang akan dimeriahkan oleh Karang Taruna Kecamatan Sadananya, Kopgab Lintas Komunitas.

Ngabuburit Di Lembur Usung Konsep Mandoro

Deni mengatakan, gelar warga mandoro yaitu kepanjangan dari mandiri dan gotong royong. Pegiat Sakola Warga Motekar, lanjutnya menyelenggarakan kegiatan bernama gelar warga mandoro. Dengan tema ‘Ngabuburit di Lembur’.

“Mandiri dan gotong royong, itu artinya. Ya kami menyelenggarakan ini secara mandiri, tidak atas intruksi siapapun, dan ternyata kami tidak bisa melakukannya dengan sendirian maka perlu gotong royong,” terangnya.

Secara nilai, tambah Deni, yang dilakukan di sini yaitu sedang melakukan syiar dan penanaman tradisi.

“Jadi secara nilai kami sedang syiar dan menanamkan tradisi, kami syiarkan juga tentang pendidikan yang benar, apapun bisa menjadi sumber ilmu. Apapun yang ada itu bisa menjadi guru,” ujarnya.

Akhirnya, menurut Deni, anak-anak mengalami peristiwa pendidikan secara tidak disadari. Kemudian ibu-ibu juga meningkatkan kualitas dan kapasitasnya sesuai latar belakang.

“Kebermanfaatanya menyesuaikan, kalo yang suka produksi ya produksi, kalau suka berjualan ya berjualan, sesuai dengan latar belakang masing-masing,” terangnya.

Lebih lanjut lagi, ini merupakan inovasi untuk menggeliatkan ekonomi warga setempat.

“Antusiasme dan peran dari sahabat-sahabat komunitas sangat luar biasa. Dalam hal pendidikan pun anak mendapat stimulasi untuk membangun kreatifitasnya,” tandasnya. (Herdi/PasundanNews.com)