Pasundannews – Presiden Jokowi resmi memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat yang berlaku pada tanggal 3-20 Juli 2021 khusus di Jawa Bali. Keputusan ini di ambil presiden setelah mendapat masukan dari para menteri, ahli kesehatan, dan kepala daerah. PPKM darurat di berlakukan akibat lonjakan virus corona yang makin cepat imbas varian baru.
Dengan ketatnya ketentuan-ketentuan dalam PPKM darurat yang ada, sebenarnya idealnya pemerintah sekalian menetapkan lockdown. Tetapi ada 2 hal mendasar kalau kebijakan lockdown di tetapkan. Pertama, masalah database penduduk yang belum valid dan terintegrasi. Dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta orang, akan menjadi permasalahan ketika lockdown di buat di saat identifikasi penduduk belum presisi karena permasalahan di database ini.
Permasalahan kedua adalah tentang alokasi dana sebagai konsekuensi yang harus di sediakan pemerintah untuk menjamin warga negaranya. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2020 sekitar 15.434 triliun. Dengan proporsi konsumsi sekitar 57%, atau sekitar 8.797 triliun, maka pemerintah membutuhkan dana sekitar 169 triliun setiap minggu.
Ketika PPKM di berlakukan selama 2 minggu, maka pemerintah perlu menggelontorkan dana sekitar 338 triliun. Kebutuhan dana inilah yang kembali menjadi bottlenecking untuk menetapkan kebijakan lockdown. Sehingga PPKM darurat menjadi sebuah pilihan jalan tengah.
PPKM darurat ini menjadi kebutuhan bersama, termasuk masyarakat luas untuk bisa menekan laju penyebaran covid. Paralel dengan ini pemerintah harus terus mendorong 2 hal. Pertama adalah terus mengedukasi tentang pentingnya prokes dan disiplin. Kedua, terus mengakselerasi program vaksinasi, sehingga target pemerintah bisa terealisasi, awal tahun 2022 sudah lebih dari 70% masyarakat tervaksin dan terbangun herd immunity. Pada kondisi kesehatan bisa terkontrol inilah, ekonomi akan kembali rebound dan membuat keseimbangan baru.
Dari sisi ekonomi, pemerintah sangat optimis kuartal kedua bisa tumbuh sampai dengan 7%. Angka yang perlu di koreksi karena pada akhir kuartal kedua, sudah mulai terjadi lonjakan covid dan momentum lebaran kurang maksimal memberikan kontribusi karena terjadi banyak pembatasan. Sehingga aliran orang dan aliran uang agak terhambat.
Akan tetapi, secara umum dalam konteks ekonomi, kuartal ketiga sedang mengalami momentum yang positif. Trend pertumbuhan ekonomi kuartal pertama masih minus di angka -0,74%, kemudian menjadi (perkiraan) positif di kuartal kedua. Selain itu, indikator purchasing manager’s index (PMI) juga dalam tren yang positif. Bulan Maret PMI di angka 53,2 kemudian April menunjukkan angka 54,6 dan Bulan Mei terus naik ke 55,3. Artinya sektor manufaktur mengalami tren positif dan ini akan memberikan multiplier efect dalam ekosistem bisnis yang ada di Indonesia.
Perlu Langkah yang Komprehensif
Dengan tren ekonomi yang sedang naik, tapi kemudian sisi kesehatan mengalami tekanan, pemerintah perlu mengambil langkah yang komprehensif. Di sisi permintaan, pemerintah harus terus menopang kemampuan konsumsi masyarakat. Yang paling praktis adalah kembali menggelontor bansos atau BLT.
Kemudian di sisi supply dan produksi, pemerintah harus terus mendorong lebih banyak likuiditas yang mengalir di masyarakat dan pelaku usaha. Instrumen fiskal dan moneter harus dioptimalkan. Pemberian kredit mudah dan murah, perlu terus didorong, dan kebijakan pajak harus pro dengan masyarakat luas dan pro dengan UKM.
Dengan komprehensifnya langkah-langkah yang diambil pemerintah, harapan masyarakat adalah PPKM darurat ini bukan menjadi paradoks atas harapan meroketnya pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga ini, tetapi sekedar sebuah “langkah mundur” sedikit dari pemerintah, untuk bisa lebih laju melesat di sisa waktu sampai akhir 2021. Sehingga target pertumbuhan ekonomi secara agregat di tahun 2021 sebesar 4,5-5,5% bisa tercapai.
*Adam*