Ilustrasi pinjaman online (pinjol) ilegal. Foto/Istimewa

BERITA NASIONAL, PASUNDANNEWS.COM – OJK (Otoritas Jasa Keuangan) merilis terdapat delapan kategori masyarakat yang paling rentan terjebak utang Pinjol (pinjaman online).

Menurut Deputi Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan OJK Halimatus Sa’diyah menjelaskan bahwa 42 persen dari mereka yang terjerat utang berasal dari kalangan Guru.

Kemudian, diikuti oleh 21 persen yang merupakan korban pemutusan hubungan kerja (PHK), dan 17 persen dari ibu rumah tangga.

Baca Juga : Mohamad Ijudin bersama Mahasiswa KKN Unigal Ciamis Kampanyekan Cegah Judol dan Pinjol Ilegal 

Selanjutnya, 9 persen adalah karyawan, 4 persen pedagang, dan 3 persen pelajar, mengutip laman Fortune, pada Senin (14/10/2024).

Sementara itu, sisanya terdiri dari tukang pangkas rambut dan ojek online, masing-masing 2 persen dan 1 persen.

Rendahnya Literasi Keuangan Jadi Faktor Utama Utang Pinjol Ilegal 

Dalam hal ini, OJK menjelaskan, faktor utama yang menjadi penyebab utang pinjol adalah rendahnya literasi keuangan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup.

Berdasarkan data OJK, indeks inklusi keuangan tercatat meningkat 85,1 persen.

Sedangkan indeks literasi keuangan di angka 49,68 persen.

Dari data kesenjangan (gap) yang cukup signifikan inilah yang menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah korban pinjol ilegal di masyarakat.

Halimatus juga menuturkan bahwa hingga saat ini, masih banyak orang yang terjebak dalam praktik pinjol ilegal.

OJK terus mengingatkan masyarakat untuk memperhatikan dua hal, yaitu Legal dan Logis.

Legal berarti memeriksa legalitas atau izin dari perusahaan serta produk yang ditawarkan.

Sementara Logis berkaitan dengan pemahaman terhadap rasionalitas imbal hasil atau keuntungan yang dijanjikan.

“Suku bunga untuk pinjaman online yang legal efektif per 1 Januari yaitu 0,3 persen per hari untuk pinjaman konsumtif dan 0,1 persen per hari untuk pinjaman produktif. Ini per hari, bukan per tahun,” ujar Halimatus dalam UOB Media Literacy Circle di Jakarta, pada Rabu (24/4/2024) lalu.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menjelaskan salah satu faktor guru terjerat pinjol disebabkan karena kecilnya gaji.

“Ini disebabkan karena gaji guru yang kecil, sementara mereka harus memenuhi kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan anak dan lainnya,” jelasnya.

Selain itu, meskipun banyak guru yang sudah melek digital, pengetahuan mereka tentang literasi keuangan.

Terutama terkait aktivitas lembaga jasa keuangan ilegal, masih terbatas.

“Oleh karena itu, kami merangkul guru-guru dan memberikan pendidikan tentang literasi keuangan,” ungkapnya.

(Herdi/PasundanNews.com)