BERITA CIAMIS, PASUNDANNEWS.COM – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciamis melakukan kajian analisis perbandingan dokumen LHP BPK RI dan APBD Kabupaten Ciamis tahun 2019, 2020 dan tahun 2021.
Ketua Bidang PPD HMI Ciamis, Ilham Nur Suryana menyebutkan analisa perbandingan dokumen tersebut menunjukan untuk PAD pertahunnya sebesar 10,16 %, dana perimbangan sebesar 74,49% dan penghasilan lain yang sah sebesar 15,35%.
Ilham mengatakan, kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ciamis lebih memprioritaskan PNS ketimbang masyarakat pada umumnya.
“Alokasi APBD Kabupaten Ciamis tidak efisien dan pemenuhan atas visi-misinya juga tidak maksimal,” kata Ilham kepada PasundanNews.com, Sabtu (9/10/2021).
Kemudian realisasi anggaran juga kata Ilham sering kali terjadi kelebihan pembayaran proyek, dan kewajiban pajak aset daerah yang tidak dipenuhi.
Ilham menyebutkan, perhatian APBD Ciamis tehadap pegawai PNS jika dipresentasikan terdapat 72,83% alokasi anggaran untuk keperluan pemerintah
“Sedangkan untuk kepentingan masyarakat hanya 34,29%. Padahal ketika kita lihat jumlah PNS Kabupeten Ciamis ada 9.555, sedangkan jumlah masyarakatnya 1.430.262,” ucapnya.
Menurut Ilham, seharusnya Pemkab Ciamis dalam kebijakan APBD-nya berbanding lurus antara kebutuhan pemerintahan dan kebutuhan masyarakat secara umum.
“Sangat wajar ketika pembangunan Ciamis lambat, karena terjadi disorientasi dalam kebijakan APBD-nya,” ucapnya.
Alokasi Belanja APBD Tidak Efisien
Ilham mengatakan, alokasi kegiatan belanja APBD Kabupaten Ciamis tidak efesien, seperti pada dokumen realisasi APBD tahun 2021 per-enam bulan.
Ia mengungkapkan, kondisi belanja operasi sangat berbeda jauh dengan belanja modal uang yang hanya diangka Rp.521.413.009.887.
Sedangkan untuk belanja operasi seperti belanja pegawai sebesar Rp.945.433.522.786, dan belanja barang dan jasa sebesar RP.698.892979.050.
Anggaran tersebut kata Ilham hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar satuan kerja yang bersifat internal pemerintah.
Seperti halnya pada Dinas Pendidikan sebesar 86,40% dialokasikan untuk belanja operasi, dan 14,60% untuk belanja modal.
Kemudian hal serupa juga terjadi pada Dinas Kesehatan, belanja operasi sebesar 91,10%., sedangkan belanja modalnya hanya 8,90%.
Dengan data tersebut maka aktifitas pelayanan dasar yang berbicara pendidikan dan kesehatan hanya memprioritaskan keperluan internal pemerintahan.
“Kemudian belum dengan kondisi yang tidak sebanding dengan dampak terhadap pelayanan dan pemberdayaan masyarakatnya dalam aspek pelayanan dasar,” katanya.
Terdapat Ketimpangan dalam Pemenuhan Capaian Misi
Lebih lanjut Ilham mengatakan, adanya ketimpangan kebijakan APBD pada pemenuhan capaian misi Pemkab Ciamis poin 3.
Adapun isi pada misi tersebut yakni membangun perekonomian berbasis pemberdayaan masyarakat, ekonomi kerakyatan dan potensi unggulan lokal.
“Tentu yang paling berperan dalam sektor tersebut adalah Dinas Tenaga Keja, DPMD dan DKUKMP,” ujarnya.
Namun kebijakan APBD pada SKPD tersebut sangat minim, jauh lebih kecil dari pada urusan pemerintahan bagian sekretariat daerah yang Ia anggap bukan sebagai prioritas pelayanan dasar.
“Tercatat untuk anggaran sekretariat daerah sebesar Rp.90.049.729.600, dan sekretariat DPRD sebesar Rp.40.946.419500,” kata Ilham.
Padahal ketentuan prioritas anggaran dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 dijelaskan bahwa untuk pemenuhan visi-misi kepala daerah menjadi prioritas II setelah prioritas I untuk pelayanan dasar.
“Kami menilai ini sangat kontradiktif dengan aturan yang ada ketika anggaran untuk pemenuhan visi-misi kepala daerah,” tuturnya.
Ilham menambahkan, tidak efisiennya APBD Ciamis juga terlihat pada kegiatan belanja DPUPRP sebesar Rp.307.322.268.400, sedangkan untuk Dinas Sosial hanya sebesar Rp.8.743.560.572.
“Lebih pada pembangunan infrastruktur. Suatu hal yang mustahil Pemkab Ciamis bisa memetakan persoalan kemiskinan ketika tidak ada perhatian dalam kebijakan APBD-nya,” ujarnya.
Kemudian juga kondisi objektif APBD Kabupaten Ciamis masih belum memaksimalkan pengelolaan PAD.
“Melihat dalam pengalokasian APBD-nya pun seringkali 72,83% habiskan pada operasional pemerintah yang tidak jelas outputnya,” ungkapnya.
Hal tersebut harus menjadi catatan Pemda khususnya TAPD atau tim anggaran pemerintah daerah, karena sering kali terjadi pada laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK.
Mengenai kelebihan penggunaan anggaran pada kegiatan infrastruktur dan pendataan pembayaran pajak aset daerah yang belum terpenuhi kewajiban pajaknya.
Menurut Ilham, kebijakan APBD merupakan alat akuntabilitas kebijakan ekonomi, dan otoritas pengendalian arah kebijakan daerah terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dalam mewujudkan pengelolaan pemerintah yang baik, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.
Maka dari itu HMI merekomendasikan Pemkab Ciamis bisa memaksimalkan penataan kebijakan APBD yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat luas. Memaksimalkan orientasi pengalokasiannya untuk kebutuhan masyarakat.
“Serta menyiapkan perencanaan strategi dalam upaya meningkatkan PAD Ciamis dalam bentuk master plan investasi di Kabupaten Ciamis,” pungkasnya.