Lintas agama
Agus Ahmad Safei (Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

PASUNDANNEWS – Pada Dialog Lintas Agama yang di gagas Biro Kesra Pemprov Jabar beberapa pekan lalu, muncul gagasan agar bisalah Jawa Barat memiliki satu komplek peribadatan lintas iman seperti halnya Puja Mandala yang di miliki Bali. Semua rumah ibadah agama-agama berkumpul di situ sebagai simbol atas harmonisnya relasi lintas iman yang terjalin.

Usai menyampaikan proyeksi itu pada sesi terakhir dialog bersama seratus tokoh lintas iman di Jawa Barat, saya mendadak teringat pada sebuah gedung yang ada di Monash University Clayton Campus, Melbourne, Australia. Nama gedungnya, Religious Centre. Bentuknya bulat bagai kompor, persis seperti gedung Rektorat Unpad di Jatinangor.

Bedanya, konsep Puja Mandala yang hendak di adaptasi meniscayakan masing-masing satu rumah ibadah satu gedung yang berdiri saling berdekatan.

Sementara, Religious Centre ala kampus Monash hanya terdiri atas satu gedung yang di gunakan rame-rame oleh semua umat beragama. Ia benar-benar menjadi rumah bersama semua umat beragama dalam artinya yang paling harfiah.

Seluruh ruang di sekat-sekat menjadi kamar ibadah mini setiap agama. Pada bagian tengahnya, kalau tidak salah, di jadikan sebuah kapel atau gereja mini. Semacam mushala di Islam.

Tatkala dahulu mesantren di Monash University, lebih dari satu dekade lalu, saya suka menunaikan shalat lohor dan asyar di Religious Centre ini. Beres shalat, saya biasanya langsung menuju ke papan informasi di mana semua kegiatan masing-masing agama terpampang dan di umumkan di situ. Sangat menarik. Sangat simpel. Tanpa basa-basi.

Religious Centre

Dugaan saya, konsep ala Religious Centre yang ada di kampus Monash ini mungkin terlampau progresif untuk di terapkan di sini. Meski model kampus Monash ini lebih simpel untuk di implementasikan, selain lebih hemat tempat dan biaya.

Tetapi, sungguh, tak ada yang keliru dengan gagasan untuk membangun sebuah pusat keagamaan di Jawa Barat sebagai simbol toleransi yang terjalin erat. Niat baik haruslah diapresiasi sebagaimana mestinya. Apalagi ini menyangkut hajat hidup rukun lintas agama. Terlebih lagi, misinya pun mulia belaka: Menjadikan Jawa Barat sebagai rumah bersama semua umat beragama.

Membangun toleransi beragama melalui simbol-simbol memang penting. Tetapi, membangun toleransi beragama yang sejati, lebih dari sekedar simbolik, jauh lebih penting lagi.

Dan, Jawa Barat ingin membangun kedua-duanya. Sebagai sebuah totalitas, membangun toleransi simbolik sama pentingnya dengan membangun toleransi sejati. Kalau mau tahu, itulah Toleransi Juara, namanya.

Penulis: Agus Ahmad Safei (Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung)