BERITA JABAR, PASUNDANNEWS.COM – Bencana alam yang melanda wilayah Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya pada Rabu, 4 Desember 2024 menyisakan sejumlah korban.
Bencana alam berupa tanah bergerak banjir bandang dan tanah longsor tersebut terbilang sebagai bencana yang paling parah selama tahun 2024.
Mengutip berbagai sumber, bencana itu mengakibatkan 215 kepala keluarga atau sekitar 712 jiwa harus mengungsi.
Mengenai hal ini, Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jawa Barat angkat suara.
Menurut Sekretaris Bidang Lingkungan Hidup, Gilang Yulian Rakasiwi, penyebab terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di Sukabumi bukan akibat dari intensitas dan curah hujan yang tinggi, melainkan banyaknya alih fungsi lahan.
“Banyaknya kegiatan tambang yang dilakukan di lereng gunung Sukabumi yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya bencana alam, pergeseran tanah, banjir bandang dan tanah longsor, ditambah dengan kondisi curah hujan yang tinggi,” ujarnya pada Senin (16/12/2024).
Perubahan ini tidak mendadak melainkan terjadi dengan jangka waktu yang panjang, salah satunya di wilayah Kecamatan Lengkong, Kawasan Hutan Cibitung.
“Terdapat puluhan lubang dengan kedalaman 10 meter, 30 meter bahkan ada yang 60 meter itu dilakukan oleh para penambang ilegal,” katanya.
Dampak Alih Fungsi Lahan
Kawasan yang sebelumnya menjadi area resapan air kini berubah fungsi. Akibatnya, air hujan tidak dapat meresap secara optimal ke dalam tanah, melainkan mengalir sebagai air permukaan yang memicu terjadinya banjir dan tanah longsor.
Proses tersebut mempercepat ketidakstabilan tanah, terutama di wilayah dengan banyak pemotongan bukit.
“Alih fungsi lahan, seperti mengubah hutan atau lahan hijau menjadi permukiman, area pertanian, atau infrastruktur, dapat memicu bencana longsor,” tuturnya.
Gilang melanjutkan, ketika hutan ditebang atau lahan hijau diubah menjadi area non-alami, tanah menjadi lebih mudah tergerus oleh air hujan, meningkatkan resiko longsor.
“Aktivitas seperti penggalian atau pembangunan di kawasan gunung sering kali menghilangkan struktur alami tanah, tanah kehilangan daya dukungnya, sehingga lebih rentan bergerak ketika diguyur hujan lebat,” terangnya.
Sejurus dengan itu, Ketua Umum Badko HMI Jabar, Siti Nurhayati mengatakan bahwa pemerintah daerah dan pusat bisa mengelola penggunaan lahan secara bijak.
“Ini merupakan kunci untuk mencegah bencana longsor akibat alih fungsi lahan. Bencana alam yang terjadi di Sukabumi merupakan akumulasi dari kerusakan lingkungan yang berlangsung bertahun-tahun akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali,” ungkapnya.
Kegiatan tambang ilegal dan deforestasi di kawasan lereng gunung telah menghilangkan fungsi alam sebagai penyangga ekosistem.
HMI Jabar Minta Pemerintah Tegas Berantas Tamang Ilegal
Siti mengungkapkan, pemerintah daerah dan pusat harus segera mengambil langkah tegas untuk memberantas tambang ilegal dan memperketat regulasi penggunaan lahan.
“Jika dibiarkan, kerusakan ini akan terus berulang dan semakin memperparah penderitaan masyarakat. Alih fungsi lahan bukan hanya soal ekonomi, melainkan juga soal keberlanjutan hidup. Kita butuh kebijakan yang berkeadilan ekologis, yang mampu menjamin keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan,” paparnya.
Tanpa semua itu, lanjut Siti, banjir longsor dan pergeseran tanah akan terus menghantui masyarakat.
“Oleh karenanya, Badko HMI Jabar mendesak pemerintah untuk segera bertindak secara sistematis dan berkelanjutan agar tragedi serupa tidak terulang kembali,” tegasnya.
Ia menuturkan, Badko HMI Jabar sampaikan pernyataan sikap. Antara lain yaitu, pertama mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk mengambil langkah serius dan segera dalam memberantas aktivitas tambang ilegal di Jawa Barat, khususnya di wilayah Sukabumi.
“Kedua, meminta regulasi yang tegas dan berkeadilan ekologis agar tata kelola penggunaan lahan dapat dipantau, dikendalikan, dan dilaksanakan sesuai prinsip keberlanjutan,” tambah Siti.
Ketiga, mendorong pemerintah untuk memulihkan kawasan yang rusak akibat tambang ilegal dan alih fungsi lahan, serta mengembalikan fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem.
“Keempat, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga lingkungan dan menolak eksploitasi alam yang tidak bertanggung jawab,” kata Siti.
Badko HMI Jabar percaya bahwa pembangunan harus berjalan seiring dengan kelestarian lingkungan.
“Kerusakan alam akibat alih fungsi lahan bukan hanya melahirkan bencana ekologis, tetapi juga memiskinkan masyarakat dan merampas hak generasi mendatang. Jika ini terus dibiarkan, bukan hanya Sukabumi, tetapi seluruh Jawa Barat akan menghadapi krisis lingkungan yang lebih parah,” tandasnya.
(Herdi/PasundanNews.com)