DEPOK, PASUNDANNEWS – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menetapkan dan menerima permohonan pemohon atas hak untuk dilupakan (right to be Forgotten) dalam penetepan Pengadilan, pada kamis (12/11/2020).
Penetepan tersebut pertama kalinya terjadi di Indonesia sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik.
Kasus ini bermula saat pemuda yang berinisial RSA, diberitakan melakukan tindakan asusila diberbagai media online, padahal tidak terbukti dan tidak diproses di pengadilan. Hal tersebut sangat merugikannya, baik di lingkungan keluarga, maupun di tiap aktivitasnya.
Baca Juga : TNI AU Siapkan Hukuman Serka BDS Saat Bernyanyi Sambut HRS
Dengan adanya hak untuk dilupakan, RSA berjuang untuk memperbaiki Namanya dan menggunakan hak nya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut pertimbangan hakim dalam penetapannya, informasi/ data elektronik didalam berita-berita tersebut tidak benar/ tidak sesuai, diperkuat dengan bukti-bukti tertulis, saksi-saksi, dan Ahli.
Atas informasi / berita tersebut RSA merasa dirugikan dan tercemar nama baiknya.
Dan akhirnya Hakim menerima permohonan pemohon, yg antara lain meminta google inc / google indonesia untuk menghapus data/informasi elektronik dari List Mesin pencarian Google
Sejak di aturnya peraturan tersebut, lebih kurang 4 tahun baru dapat direalisasikan dalam penetapan di pengadilan negeri Depok.
Baca Juga: Dituding Melanggar Keimigrasian, Habib Rizieq: “Itu Hoax Saudara”
Walaupun banyaknya pertentangan terkait pasal 26 undang-undang tersebut. Dinilai bertentangan dengan kebebasan pers, aturan yang belum komprehensif dan rinci serta mengenai Lembaga Yuridiksi melalui penetapan pengadilan.
Menurut Tonny Irawan dan Gilang Dimas Rinaldy pengacara DIS & CO Lawfirm (www.disnco.id) yang menangani perkara ini, hak untuk dilupakan tidak lah bertentangan dengan kebebasan pers.
“Karena yang kami minta hanya penghapusan di mesin pencarian (Search engine) yang dalam peraturan di sebut right to delisting, tidak menghapus dari sumber asalnya/media online (right to erasure), walaupun dimungkinkan untuk itu di dalam pengaturan UU ITE yang baru. hak warga negara untuk mendapatkan informasi juga tidak dilanggar, karena pada saat berita itu dikeluarkan masyarakat tetap mendapatkan informasi, hanya saja jika hal tersebut sudah tidak relevan tentu saja warga negara mempunyai hak untuk dilupakan baik berita tersebut itu benar atau terlebih lagi berita tersebut tidak terbukti atau tidak benar,” Jelas Tonny saat ditemui tim media, pada kamis (12/11/2020).
Kemudian Tonny juga menyatakan bahwa kebebasan mengakses informasi boleh saja, Namum ia menekankan agar tidak ada informasi yang merugikan pihak lain.
Baca Juga: Viral Video Asusila Gisel Beredar dan Tranding di Twitter
“Walaupun Semua orang memiliki hak untuk mendapat akses yang bebas terhadap suatu informasi di internet. Namun, informasi seperti apa yang diakses? Bagaimana jika informasi tersebut merugikan orang lain? nah disitulah hak untuk dilupakan ini digunakan,” Sambung Gilang.
Terkait aturan yang tidak komprehensif dan rinci, menurut Tonny peraturan mengenai Hak untuk dilupakan sudah diatur dari UUD 1945 pasal 28 G Undang-undang, uu ite nokor 19 tahun 2016, Sampai aturan pelaksana juga sudah ada dengan keluarnya PP 71 Tahun 2019, walaupun masih harus di perbaiki kedepan.
Menurut Gilang jika terkait permohonan yang melalui penetapan pengadilan bukan oleh putusan hal tersebut justru melindungi warga negara agar lebih cepat menggunakan haknya, karena teknologi informasi saat ini juga berkembang dengan cepat dan tidak terbatas.
“Hak untuk dilupakan memang masih menuai banyak perdebatan, namun bukan berarti tidak diperlukan dan tidak dapat direalisasikan demi kepentingan hukum warga negara. Konsep right to be forgotten merupakan sebuah konsep yang sedang berkembang di bidang hukum siber, dan konsep ini sendiri lahir dari keinginan untuk mengembalikan fungsi kontrol atas informasi pribadi yang beredar di internet kepada pribadi masing-masing orang,” Jelas Gilang.
Baca Juga: Bupati Ciamis Resmikan Kampung Warna dan Rumah Sampah di Desa Ciomas Panjalu
Sebagai Informasi bahwa hak untuk dilupakan pertama kali menjadi preseden di Mahkamah Eropa pada 2014, terkait kasus Mario Costeja González.
Kasus tersebut bermula saat Costeja mengajukan komplain kepada Google Spanyol yang menunjukan tautan ke informasi yang tersedia di arsip digital surat kabar La Vanguardia. Informasi ini memuat pemberitahuan lelang properti tahun 1998 sekaligus prosedur lampiran untuk pemulihan hutang jaminan sosial. Pada akhirnya kasus ini pun di menangkan oleh Mahkamah Eropa, dan Google Spanyol berkewajiban untuk menghapusnya.
“Melupakan juga merupakan bagian penting dari menjadi manusia karena melupakan membantu kita untuk memaafkan, Selain itu, melupakan juga penting untuk seseorang melanjutkan hidup. Jika hak ini tidak segera diimplementasikan, akan terjadi pelanggaran hak-hak privasi seorang individu,” Tutup Tonny. (Joe)
Leave a Comment