Oleh: Reza Fahlevi (Direktur Eksekutif The Jakarta Institute)

Pasundannews, Bandung – DANA desa, menjadi salah satu stimulus dalam pembangunan pedesaan. Dengan dana desa, pembangunan sarana dan prasarana desa, termasuk infrastruktur pertanian sangat diharapkan terlaksana.

Karena itu, tak aneh apabila Pemerintah hingga 19 Februari 2020 sudah melakukan transfer dana desa lebih besar empat kali lipat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Per tanggal 19 Februari, dana desa tercatat sudah ditransfer ke desa-desa lebih kurang Rp 1,3 triliun. Desa yang menerima dana desa itu pun jumlahnya hampir tiga kali lebih banyak dibanding periode sebelumnya.

Dalam pengelolaan dana desa tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diberikan amanah untuk mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan dan penyelenggaraan pemerintahan desa secara lebih sistematis, terstruktur dan berkesinambungan.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dengan peningkatan transfer dana desa di awal tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan bisa terpacu secepat mungkin.

Maka Kemendagri pun mewanti-wanti Pemerintah Desa untuk lebih aktif dalam membelanjakan dana desa. Tentu, dana desa itu harus digunakan untuk belanja berbagai hal yang mendukung kemajuan desa.

Jadi Pemerintah Desa atau Kepala Desa hendaknya membelanjakan dana desa untuk belanja barang, belanja modal yang sesuai dengan aturan dan bermanfaat bagi pembangunan desa.

Intinya, sesuai dengan amanat Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dana desa jangan sampai tersimpan di bank, tapi harus dibelanjakan untuk memicu dan menstimulasi terjadinya perederan uang sekaligus pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah.

Tekanan Kemendagri pada pemerintah desa itu sangat tepat. Sebab Pemerintah desa adalah ujung tombak keberhasilan pembangunan desa. Karena itu, Pemerintah Desa juga berada di garda terdepan dalam memastikan penggunaan dana desa sesuai tujuannya menurut undang-undang.

Yang jadi perhatian Kemendagri adalah masalah manajemen di perangkat desa. Ini yang mesti ditata. Kementerian Desa mengurusi program-programnya.

Kemendagri juga punya tugas mendidik dan melatih para perangkat desa, sehingga mereka memahami bagaimana membuat atau menjalankan program dengan baik. Ini supaya dana desa yang ditransfer betul-betul dirasakan oleh masyarakat bukan dirasakan oleh perangkat desa.

Seperti yang dikatakan Mendagri Tito, para kepala desa memang adalah pemimpin yang sedikit banyak paham kondisi desanya. Tahu betul, apa saja problem yang ada di desa dan warganya. Tapi untuk mengelola dana desa yang baik, tak hanya cukup dengan itu. Kepala desa juga harus menguasai pengetahuan dasar tentang manajemen.

Problemnya adalah, seperti diberitakan kompas.com (28/2), menyitir ucapan Mendagri Tito: kepala desa di seluruh Indonesia hampir 60 persen hanya mengenyam pendidikan setingkat SMA. Sementara, dalam memahami dasar administrasi dan manjerial keuangan dibutuhkan pendidikan khusus.

Kepala desa itu adalah manajer. Dia membawahi kaur-kaur. Membawahi masyarakat di desanya, RT, RW dan lain-lain, maka dia harus memiliki kemampuan dasar manajerial. Yang kedua, dia mau dipilih tadinya dia mungkin tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat di daerah itu mungkin, tapi harus juga menguasai dasar tentang ilmu pemerintahan karena menjadi kepala desa, dia menjadi kepala pemerintah di desanya.

Pengetahuan lainnya yang mesti dikuasai kepala desa, kata Mendagri Tito adalah dasar-dasar tentang administrasi keuangan. Karena uang atau dana desa yang dikelola jumlahnya cukup besar hampir 1 miliar tiap desa. Dan ini baru satu sumber. Belum lagi, kalau menerima dana hibah. Jadi cukup besar anggaran yang dikelola. (Pasundannews / admin)

Sumber diolah dari kompasiana tulisan Rizal Pahlevi

Artikulli paraprakDihentikan Sementara Karena Corona, Walikota Bandung Minta Jamaah Umroh Bersabar
Artikulli tjetërBEM UNMA Gelar Diskusi Omnibus Law